CHE
GUEVARA
ESENSI PERANG GERILYA
(1960)
Tulisan ini merupakan bagian pertama dari Bab
I buku La Guerra de Guerrilas ( Perang Gerilya).
*
* *
Kemenangan perjuangan
bersenjata rakyat Kuba atas kediktatoran Batista bukan hanya merupakan kejayaan
kepahlawanan sebagaimana dilaporkan oleh siaran warta berita di seluruh dunia;
Kemenangan itu juga mendorong perubahan dalam dogma-dogma lama mengenai
perilaku massa
rakyat Amerika Latin. Secara nyata ia menunjukkan kapasitas rakyat untuk membebaskan
dirinya melalui perjuangan gerilya melawan pemerintahan yang menindasnya.
Kita yakin bahwa
revolusi Kuba telah memberikan tiga kontribusi fundamental bagi perilaku
gerakan revolusioner di Amerika Latin, yaitu :
1. Kekuatan rakyat dapat memenangkan sebuah
peperangan melawan tentara.
2. Adalah tidak perlu menunggu hingga semua
syarat kondisi Revolusi ada; pemberontakan dapat menciptakannya.
3. Di Amerika Latin yang terbelakang ini,
arena perjuangan bersenjata pada dasarnya haruslah di daerah pedesaan.
Dari ketiga sumbangan
itu, dua yang pertama merupakan jawaban tandingan terhadap sikap pasif kaum
revolusioner atau kaum revolusioner semu yang menyembunyikan dirinya dan
ketidakaktifan mereka dengan berdalih tak ada yang dapat dilakukan untuk
menentang tentara profesional; dan beberapa diantara mereka hanya duduk saja
sambil menunggu hingga (secara mekanis) seluruh kondisi obyektif dan subyektif
muncul, tanpa bekerja untuk mengakselerasikan kondisi tersebut. Ketika
masalah-masalah ini sudah menjadi topik pembicaraan di Kuba, sampai
kenyataan menjawabnya, mungkin ini masih didiskusikan di Amerika.
Sesungguhnya, bila
bila seseorang berbicara tentang kondisi bagi revolusi maka seharusnya ia tidak
berfikir bahwa seluruh kondisi itu akan tercipta oleh impuls-impuls yang
diberikan oleh aktivitas gerilya. Hendaknya dicamkan disini bahwasanya ada
persyaratan minimum yang memungkinkan penetapan dan konsolidasi pusat gerilya
yang pertama. Karenanya, adalah perlu
untuk menunjukkan secara gamblang kepada rakyat bahwa tidak mungkin meneruskan
perjuangan demi tuntutan-tuntutan sosial didalam rangka perselisihan atau
perdebatan umum. Perdamaian akan segera dilanggar oleh kekuatan-kekuatan
agresor, yang berusaha mempertaankan kekuasaan mereka sekalipun itu melanggar hukum
yang telah ditetapkan.
Dibawah kondisi
demikian, kebencian rakyat semakin aktif terbentuk dan berdimensi, dan pada
saatnya, sebuah sikap perlawanan mengkristal dalam bentuk pecah dan menjalarnya
perjuangan, yang pada awalnya di provokasi oleh sikap penguasa sendiri.
Dimana sebuah
pemerintahan dapat berkuasa melalui bentuk-bentuk pemilihan umum yang
dimenangkannya, dengan cara curang ataupun tidak, mempertahankan kekuasaannya
itu (setidaknya) menampakkan legalitas konstitusional, adalah tidak mungkin
menghasilkan pecahnya perang gerilya, karena kemungkinan-kemungkinan perjuangan
hak warga negara (perselisihan dan perdebatan umum) masih belum sampai pada
titik jenuh.
Sumbangan ketiga pada
dasarnya bersifat strategis, dan merupakan sebuah omelan terhadap mereka yang
secara dogmatis berpandangan bahwa perjuangan massa berpusat dalam gerakan-gerakan di
perkotaan, yang mana mereka sepenuhnya mengabaikan partisipasi yang luar biasa
dari rakyat pedesaan didalam kehidupan semua negara terbelakang di Amerika Latin.
Disini kita bukannya melecehkan perjuangan massa buruh yang terorganisasi. Di sini kita
semata-mata melakukan analisis secara realistik terhadap
kemungkinan-kemungkinan, dibawah kondisi sulitnya perjuangan bersenjata, dimana
jaminan-jaminan yang biasanya menghiasi konstitusi kita telah ditekan atau
diabaikan oleh penguasa. Di dalam kondisi demikian gerakan bawah tanah kaum
buruh menghadapi banyak bahaya. Mereka harus bergerak tanpa
persenjataan. Situasi di daerah pedesaan yang lebih terbuka tidak terlalu
sulit. Dimana penduduk dapat didukung oleh gerilya bersenjata di tempat-tempat
yang berada diluar jangkauan represif.
Sungguhpun kita akan
melakukan analisis detail dibagian selanjutnya, kita nyatakan di bagian awal
tiga kesimpulan yang ditarik dari pengalaman revolusioner Kuba tersebut, karena
kita memandangnya sebagai sumbangan fundamental kita.
Perang gerilya, basis
dari perjuangan rakyat untuk membebaskan dirinya, memiliki karakteristik yang
bermacam-macam, segi-segi yang berbeda, bakan sekalipun esensinya adalah tetap
sama : Pembebasan. Nyatalah –dan penulis telah nyatakan berkali-kali—bahwa
perang diatur oleh seperangkat hukum ilmiah tertentu, dan siapapun yang
menentangnya akan mengalami kekalahan dalam peperangan itu. Perang gerilya sebagai
sebuah fase perang diatur oleh semua hukum-hukum tersebut. Karena aspek-aspek
khususnya, bagaimanapun juga, ia juga memiliki seperangkat hukum tambahan yang
harus diikuti untuk membawanya lebih maju. Pada dasarnya kondisi sosial dan
geografis dimasing-masing negara menentukan corak dan bentuk khusus dari perang
gerilya; namun hukum esensinya berlaku untuk semua perjuangan dari jenis ini.
Nanti kami akan
membuat analisis yang lebih cermat atas 3 kesimpulan mngenai Revolusi Kuba
tersebut. Kami menitikberatkannya dalam awal karya ini sebagai sebuah sumbangan
yang mendasar.
Perang Gerilya,
sebagai inti perjuangan pembebasan rakyat, mempunyai bermacam-macam
karakteristik, segi yang berbeda-beda, meskipun hakekatnya adalah masalah
pembebasan. Sudah menjadi kelaziman--dan berbagai penulis tentang hal ini
menyatkannya berulang-ulang---bahwa perang memiliki hukum ilmiah soal
tahap-tahapnya yang pasti; siapapun yang menafikannya akan mengalami
kekalahan. Perang gerilya sebagai sebuah fase dari perang tunduk dibawah
hukum-hukum ini; tapi disamping itu, karena aspek khususnya, sudah menjadi
hukum yang tak hukum yang tak terbantahkan dan harus diakui kalau mau
mnedorongnya lebih maju. Meskipun kondisi sosial dan geografis masing-masing
daerah (country) menentukan corak atau bentuk-bentuk khusus suatu perang
gerilya, tapi ada hukum umum yang harus dipatuhi jenis tersebut.
Tugas kita kali ini
adalah menggali dasar-dasar perjuangan dari jenis (corak) ini, aturan-aturan
yang harus di ikuti oleh rakyat yang berupaya membebaskan diri, mengembangkan
teori atas dasar fakta-fakta, menggeneralisasikan dan memberikan struktur atas
pengalaman tersebut agar bermanfaat bagi rakyat lainya.
Pertama kali adalah
menetapkan : siapakah pejuang dalam perang gerilya ? Disatu sisi ada kelompok
penindas dan agen-agennya, tentara profesional (yang terlatih dan berdisiplin
baik), yang dalam beberapa kasus dapat diperhitungkan atas dukungan luas dari
kelompok-kelompok kecil dari birokrat, para abdi kelompok penindas tersebut.
Disisi lain ada populasi bangsa atau
kawasan yang terlibat. Adalah penting menekankan merupakan sebuah perjuangan massa , perjuangan rakyat.
Gerilya, sebagai sebuah nukleus bersenjata, merupakan pelopor perjuangan
rakyat, dan kekuatan terbesar mereka berakar dalam massa rakyat. Gerilya hendaknya tidak
dipandang sebagai inferior secara jumlah dibanding tentara yang ia perangi,
meskipun kekuatan persenjataannya mungkin inferior. Itulah sebabnya mengapa
perang gerilya mulai bekerja ketika kau memiliki dukungan mayoritas, sekalipun
memiliki sejumlah kecil persenjataan yang dengan itu kau mempertahankan diri
melawan penindas.
Oleh karena itu
pejuang gerilya mendasarkan diri sepenuhnya pada dukungan rakyat di suatu area.
Ini mutlak sangat diperlukan. Dan di sini dapat dilihat secara jelas dengan
mengambil contoh kelompok-kelompok bandit yang bekerja di suatu daerah. Mereka
memiliki semua karakteristik dari sebuah tentara gerilya : Homogenitas, patuh
pada pemimpin, pemberani, pengetahuan tentang lapangan dan seringkali bahkan memiliki
pemahaman lengkap tentang taktik yang harus digunakan. Satu-satunya kekurangan
mereka adalah tidak adanya dukungan dari rakyat, dan tidak terhindari lagi
kelompok-kelompok bandit itu ditangkap atau dihancurkan oleh kekuatan
pemerintah.
Setelah menganalisis
corak bekerjanya gerilya, bentuk-bentuk perjuangannya, dan pemahaman bahwa
basis mereka adalah diantara massa , kita bisa menjawab
pertanyaan: untuk apakah perjuangan gerilya ? Kita musti sampai pada kesimpulan
yang tak terhindari bahwa gerilyawan/wati adalah pembaru sosial, yang
mengangkat senjata menanggapi protes marah rakyat menentang para penindasnya,
dan yang berjuang untuk mengubah sistem sosial yang membelenggu
saudara-saudaranya dalam kemiskinan dan kehinaan. Ia bangkit menentang kondisi
tertentu dan mengabdikan dirinya dengan seluruh kekuatannya sehingga keadaan
memungkinkan hancurnya cetakan lembaga yang menindas itu.
Bila kita
menganalisis lebih dalam lagi taktik perang gerilya , kita akan melihat bahwa
pejuang gerilya harus memiliki pengetahuan perihal daerah operasinya ,
jalur-jalur dan rute untuk melarikan diri, kemungkinan-kemungkinan untuk
manuver kilat, seberapa luas dukungan rakyat, secara alamiah, dan tempat-tempat
persembunyian. Ini semua menunjukkan bahwa pejuang gerilya akan melakukan
aksinya didaerah yang berbukit-bukit dan jarang penduduknya. Ditempat-tempat
demikian perjuangan rakyat untuk tuntutan-tuntutannya terutama diarahkan dan
hampir eklusif adalah mengubah bentuk pemilikan tanah: dengan kata lain,
pejuang gerilya diatas segalanya merupakan revolusioner agraria. Ia
menginterpretasikan keinginan massa
besar petani untuk menjadi pemilik tanah, alat produksi mereka, ternak-ternak
mereka, segala yang telah mereka rindukan selama bertahun-tahun, terhadap
perbaikan kehidupan dan kesuraman mereka selama ini.
Patut dicatat bahwa
dalam interpretasi dewasa ini ada dua jenis perang gerilya, salah satunya
–perjuangan yang hendak mengimbangi tentara reguler besar, sebagaimana kasus
gerilya Ukraina di Uni Soviet—bukan interes analisis ini. Kita interes dalam
perjuangan menentang kekuasaan yang ada, apakah kolonial atau bukan, yang hanya
menetapkan dan mengembangkan dirinya didaerah pedesaan. Dalam kasus demikian ,
basis ekonomi diberikan oleh aspirasi untuk pemilikan tanah.
Cina Mao berawal dari
perjuangan kelompok-kelompok buruh di selatan, yang dipukul dan hampir
dimusnahkan. Mereka mapu menstabilkan diri dan mulai melangkah maju hanya
ketika , setelah Long March ke Yenan, menduduki kawasan-kawasan pedesaan
dan melakukan reformasi agraria sebagai dasar tuntutannya. Perjuangan Ho Chi
Minh di Indo-China berbasiskan pada petani sawah, yang ditindas dibawah
kekejaman kolonial Prancis; dengan kekuatan itu melangkah maju mengalahkan
penjajah. Dalam kedua kasus tersebut ada masa selingan perang patriotik
menentang invasi Jepang, namun basis perjuangan untuk tanah tidak hilang. Dalam
kasus Aljazair, gagasan besar nasionalisme Arab memilik pasangan ekonominya
dalam kontrol terhadap hampir seluruh tanah pertanian olehn sejuta warga Prancis.
Dan dalam beberapa negara, seperti Puerto Rico, dimana kondisi khusus dari
kepulauan itu tidak memungkinkan pecahnya pernag gerilya, semangat kaum
nasionalis, sungguh terluka oleh tindakan-tindakan diskriminasi yang dikenakan
terhadap mereka dalam kehidupan seharI-sehari, memiliki basisnya dalam aspirasi
petani (bahkan walaupun sudah mengalami proletarisasi) berupa tuntatan terhadap
tanah yang telah dirampas oleh para Yankee (AS) dari mereka. Gagasan pokok yang
sama tersebut, meski dalam bentuk yang berbeda-beda,mengilhami petani kecil,
petani, dan budak dari perkebunan-perkebunan timur Kuba untuk merapat
bergandengan dan bersama-sama mempertahankan hak untuk memiliki tanah selama
tiga puluh tahun perang pembebasan.[1][1]
[2]Menghitung segala
kemungkinan dalam persiapan gerilya, yang ditransformasikan dengan
kemajuan potensi operasi dari kelompok gerilya dalam perang posisi (kedudukan),
perang semacam ini, disamping karakter khususnya, harus dimaknai sebagai
embrio, sebuah awal (prelude), dari yang lainnya. Peluang-peluang perkembangan
dari gerilyawan dan perubahan-perubahan cara (mode) perlawanan, sampai
peperangan konvensional tercapai, adalah sama besarnya dengan peluang
mengalahkan musuh dalam berbagai pertempuran, konflik bersenjata,
atau serangan-serangan kecil. Karena itulah prinsip fundamentalnya adalah tidak
ada pertempuran, konflik bersenjata (combat), atau pertempuran kecil yang kita
laksanakan kecuali ia dimenangkan. Ada
sebuah pepatah yang mengatakan: "Gerilyawan adalah kaum Jesuit yang
berperang". Ini berarti kualitas kerahasiaan, tipuan,atau kejutan
merupakan elemen mendasar dari perang gerilya. Sudah menjadi ciri khas aliran
Jesuit, secara alamiah dalam suatu keadaan, mengambil peran penting dalam momen
yang tepat dengan berbagai cara dari yang romantik ataupun konsepsi sportif
dimana mereka mengajarkan kita supaya meyakini bahwa perang adalah perlawanan.
Perang adalah selalu
sebuah perjuangan dimana kedua pesaing berusaha melenyapkan lainnya. Disamping
menggunakan kekuatan, mereka menggunakan jalan lain bagi segala kemungkinan
tipu dan muslihat untuk mencapai hasil yang diinginkan. Taktik dan strategi
militer adalah sebuah ekspresi dari aspirasi kelompok gerilya dan dengan cara
tertentu melaksanakannya; dan metoda tersebut berusaha mengambil keuntungan
dari titik-titik lemah musuh. Aksi perlawanan yang dilakukan masing-masing
pleton terpisah dari sebuah tentara yang berjumlah besar dalam sebuah posisi
perang akan menunjukkan karakteristik yang sama sebagaimana kumpulan
gerilyawan. Hal itu menggunakan kerahasiaan, tipuan, dan kejutan; dan
jika ini tidak terpenuhi, pastilah karena kewaspadaan dari pihak musuh sudah
tingggi. Tapi jika kelompok-kelompok gerilyawan memecah diri, dan jika zone
yang luas dari suatu daerah sudah tidak bisa dikontrol lagi oleh musuh, pasti
memungkinkan suatu serangan gerilya dengan berbagai taktik untuk memberi
kejutan; dan tugas gerilyawanlah melakukan hal tersebut.
“Pukul dan lari”,
sementara kalangan secara mencemooh menyebut cara gerilya itu : dan itu memang
benar. Pukul dan lari, menunggu, bersembunyi dan kemudian menyerang dengan
tiba-tiba, pukul dan lari lagi, dan melakukannya terus menerus, tanpa
memberikan kesempatan beristirahat kepada
musuh.
Secara keseluruhannya, menampakkan sikap negatif, sikap mundur, menghindari
pertarungan frontal. Bagaimanapun juga, semuanya itu adalah konsisten dengan
strategi umum dari perang gerilya, yang mana adalah sama dalam hal tujuan akhir
dari peperangan apapun juga: menang, melenyapkan musuh. Jadi jelaslah bahwa
perang gerilya merupkan suatu fase saja yang tidak oleh dirinya sendiri bisa
menghasilkan kesempatan mencapai kemenangan penuh. Ia hanya salah satu dari
fase utama peperangan dan akan berkembang dan membentang hingga tentara gerilya
, melalui pertumbuhan yang mantap, memproleh karakteristik sebuah tentara
reguler.
Pada saat itu ia
telah siap melakukan pukulan yang menentukan terhadap musuh dan mencatat
kemenangan. Keberhasilan akan selalu menjadi produk dari tentara reguler, walaupun
asal-usulnya bisa jadi dari tentara gerilya. Sekarang, sebagaimana jenderal
dari sebuah divisi dalam sebuah perang modern tidaklah harus mati dalam
memimpin pasukannya, pejuang gerilya, yang menjadi jendral bagi dirinya
sendiri, hendaknya tidak mati dalam setiap pertempuran. Ia harus siap
memberikan hidupnya, namun kualitas positif yang sesungguhnya dari perang
gerilya bahwa masing-masing pejuang gerilya harus siap mati , bukan
mempertahankan sesuatu yang ideal, namun membuat sesuatu yang ideal menjadi suatu realita. Inilah dasar, esensi
perjuangan gerilya. Kekuatan luar biasa, sebuah group kecil
manusia, pelopor bersenjata dari kekuatanbesar rakyat (popular force)
yang mendukungnya. yang melangkah melampaui taktik obyektif mendesak, bergerak
maju secara sungguh-sungguh untuk mencapai sebuah cita-cita, mendirikan sebuah
masyarakat baru, menghancurkan bentukan masyarakat lama, dan mencapai, sekali
dan selama-lamanya, keadilan sosial yang mereka perjuangkan.
Dipandang dengan cara
ini, semua kualitas yang dianggap remeh ini akan memperoleh kemuliaan
yang sejati, kemuliaan yang kaum gerilya ingin sempurnakan; dan menjadi
jelaslah bahwa kita tidak berbicara berbelit-belit perihal cara –cara yang kita
gunakan untuk mencapai tujuan. Sikap perjuangan ini, sikap yang tidak pernah
kehilangan intipati ini, keteguhan dalam menghadapi problem-problem besar dari
sasaran akhir ini, adalah juga kemuliaan dari kaum pejuang gerilya.
No comments:
Post a Comment