Wednesday, 23 March 2016

Filsafat Ilmu~Peranan

A.  PERKEMBANGAN ILMU ALAM DAN ILMU SOSIAL
Pada dasarnya pengetahuan itu merupakan hasil tahu tentang sesuatu yang diperoleh melalui suatu usaha.  Pengetahuan yang terbentuk pada diri masing-masing individu bergantung pada pengetahuan dan pengalaman individu tersebut sebelumnya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari informasi yang diberikan oleh orang lain kepada kita.
Yang dimaksud dengan informasi disini adalah wacana yang dapat berbentuk lisan atau tulisan. Dengan demikian, pembentukan pengetahuan akan berbeda-beda  bagi setiap individu sebagaimana dikemukakan oleh pandangan konstruktivisme. Sesuai dengan pandangan tersebut,  kecepatan seseorang membentuk pengetahuan berbeda-beda. Jadi, meskipun informasi atau stimulusnya sama, berbagai individu akan membentuk pengetahuan yang berbeda dengan kecepatan yang tidak sama pula. Pengetahuan inderawi yaitu pengetahuan yang diperoleh dari suatu obyek tertentu dan ingin kita hayati melalui indera dan pemikiran. Pengetahuan ini biasa disebut pengetahuan saja atau dalam bahasa Inggris disebut knowledge.
Pengetahuan itu dapat pula diperoleh melalui pengalaman yang tidak hanya melalui indera, tetapi juga diperoleh melalui suatu eksperimen. Seorang peserta didik di Bombana oleh informasi dari guru bahwa air mendidih pada suhu 100 derajat celcius pada tekanan udara 760 mmHg atau 1 atmosfer. Makin rendah tekanan udara terhadap suatu zat cair, makin rendah titik didihnya. Dari informasi tersebut dia berhipotesis, apabila air dididihkan di daerah pegunungan (misalnya di daerah Puncak, Jawa Barat) titik didihnya akan lebih rendah dari 100 derajat Celcius karena didaerah itu tekanan udara kurang dari 760 mmHg. Kemudian dia mencoba mendidihkan air di daerah puncak dan mengamati titik didih air tersebut.
Dari percobaan atau eksperimen yang dilakukan ia memperoleh kesimpulan atau pengetahuan baru bahwa titik didih air didaerah Puncak lebih rendah daripada titik didih air di Jakarta. Pengetahuan jenis ini disebut pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang diperoleh seseorang secara logis, sistematis, melalui penelitian dengan metode ilmiah yang hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Pengetahuan ilmiah ini disebut ilmu atau sains yang berasal dari kata science (Inggris) yang kemudian berkembang menjadi disiplin-disiplin ilmu tertentu.
Pengetahuan para filsuf yang diperoleh sebagai hasil pemikiran yang rasional dan mendasar, kritis dan logis, analitis dan sistematis untuk menjawab pertanyaan tentang hakikat, asas, atau prinsip dari seluruh realitas, disebut pengetahuan filsafati atau filsafat. Dengan rendah hati Sokrates pernah berkata, “yang saya ketahui ialah bahwa saya tidak mengetahui apa-apa”.
Pernyataan ini menjelaskan bahwa dalam filsafat selalu ada keinginan untuk mengetahui sesuatu dengan lebih luas dan mendasar. Dengan perkembangannya pengetahuan manusia terhadap alam, terhadap sesama manusia serta bertambahnya kemampuan manusia memanfaatkan alam bagi kesejahteraan masyarakat, berkembang pula filsafat menjadi ilmu-ilmu.
Untuk memberikan gambaran mengenai perkembangan ilmu, dapat dikemukakan contoh bahwa hingga abad k-18 fisika masih disebut sebagai “filsafat alam”. Demikian pula yang sekarang kita kenal sebagai ilmu ekonomi, dahulu disebut sebagai filsafat moral. Sejak pertengahan abad ke-19, fisika, kimia, biologi, disebut sebagai “ilmu kealaman” dan bukan bagian dari filsafat alam. Dalam perkembangan selanjutnya pada abad ke-20 fisika, kimia, biologi, psikologi dan ilmu-ilmu sosial seperti ilmu ekonomi, ilmu pendidikan,  sosiologi, ilmu hukum serta ilmu politik telah dinyatakan sebagai “ilmu-ilmu empiris”. Dengan berjalannya waktu, ilmu pun berkembang menjadi lebih banyak dan lebih luas sehingga banyak pula cabang ilmu yang lebih dalam pembahasannya. Dengan demikian ilmu-ilmu itu lahir, berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu yang terlepas dari filsafat sebagai induknya. Pada dasarnya ilmu itu lahir dan berkembang sebagai produk dari upaya manusia untuk memahami realitas alam serta kehidupan di dalamnya serta upaya mengembangkan produk-produk yang telah dihasilkan oleh manusia sebelumnya.
Meskipun dalam perkembangannya filsafat telah melahirkan ilmu-ilmu yang bersifat mandiri, tidak berarti bahwa hubungan antara ilmu dengan filsafat telah terputus. Hubungan itu masih tetap ada dan perlu ada interaksi antara keduanya. Sebagai contoh, filsafat bertugas antara lain untuk membuat analisis tentang konsep-konsep dan asumsi-asumsi ilmu dalam arti dan validitasnya. Selain itu, filsafat juga mengatur hasil berbagai ilmu dalam suatu pandangan hidup yang terintegrasi dan komprehensif dan konsisten. Sebaliknya, sikap ilmiah yang merupakan landasan perkembangan ilmu dirasakan amat bermanfaat pula bagi perkembangan filsafat.
Filsafat yang menelaah manusia dan hubungan antar manusia disebut moral philosophy atau filosofi saja. Dalam perkembangannya, kelompok ilmu-ilmu ini menjadi ilmu-ilmu sosial yang dalam bahasa Jerman disebut Geisteswissenschaften. Sains telah berkembang secara cepat sejalan dengan perkembangan tekhnologi. Misalnya, ilmu kealaman secara berangsur memliki banyak cabang ilmu yang masing-masing ditelaah, diteliti dan dikembangkan oleh masing-masing kelompok-kelompok ilmuwan yang berminat terhadap cabang ilmu tertentu. Pembagian ini disebabkan oleh keterbatasan manusia yang tidak mampu mempelajari beberapa ilmu sekaligus secara mendalam.
Ilmu sosial atau ilmu kemasyarakatan meliputi berbagai cabang yang pada dasarnya mengkaji hubungan antar manusia baik antar individu maupun kelompok. Bahasa, selain merupakan ilmu juga merupakan sarana komunikasi antar manusia baik dalam wacana tulis maupun lisan. Matematika, disamping disamping merupakan ilmu juga membantu ilmu-ilmu lain, misalnya untuk kuantifikasi data atau untuk menyimpulkan hasil penelitian melalui statistik.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan ilmu itu tidak dapat hanya  dirumuskan atau ditentukan oleh ilmu itu sendiri, tetapi perlu dikaitkan dengan dasar budaya masyarakat atau bangsa. Hal ini terjadi karena pada dasarnya nilai suatu pengembangan ilmu itu perlu ditinjau sejauh mana ilmu itu dapat menyumbangkan nilai tambah untuk kesejahteraan masyarakat tanpa harus mengorbankan nilai-nilai budaya mereka.


DAFTAR PUSTAKA

Poedjiadi Anna & Suwarma,  2002, Filsafat Ilmu,  UT, Jakarta.
Suriasumantri Jujun S,  1997, Ilmu dalam Perspektif, Obor Indonesia Jakarta
Yudistira K. Garna ,  2001,  Ilmu-Ilmu Sosial Dasar- Konsep Posisi , Primako Akademika, Bandung.

No comments:

Post a Comment