A. PERKEMBANGAN ILMU ALAM
DAN ILMU SOSIAL
Pada
dasarnya pengetahuan itu merupakan hasil tahu tentang sesuatu yang diperoleh
melalui suatu usaha. Pengetahuan yang
terbentuk pada diri masing-masing individu bergantung pada pengetahuan dan
pengalaman individu tersebut sebelumnya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari
informasi yang diberikan oleh orang lain kepada kita.
Yang
dimaksud dengan informasi disini adalah wacana yang dapat berbentuk lisan atau
tulisan. Dengan demikian, pembentukan pengetahuan akan berbeda-beda bagi setiap individu sebagaimana dikemukakan
oleh pandangan konstruktivisme. Sesuai dengan pandangan tersebut, kecepatan seseorang membentuk pengetahuan
berbeda-beda. Jadi, meskipun informasi atau stimulusnya sama, berbagai individu
akan membentuk pengetahuan yang berbeda dengan kecepatan yang tidak sama pula.
Pengetahuan inderawi yaitu pengetahuan yang diperoleh dari suatu obyek tertentu
dan ingin kita hayati melalui indera dan pemikiran. Pengetahuan ini biasa
disebut pengetahuan saja atau dalam bahasa Inggris disebut knowledge.
Pengetahuan
itu dapat pula diperoleh melalui pengalaman yang tidak hanya melalui indera,
tetapi juga diperoleh melalui suatu eksperimen. Seorang peserta didik di Bombana
oleh informasi dari guru bahwa air mendidih pada suhu 100 derajat celcius pada
tekanan udara 760 mmHg atau 1 atmosfer. Makin rendah tekanan udara terhadap
suatu zat cair, makin rendah titik didihnya. Dari informasi tersebut dia
berhipotesis, apabila air dididihkan di daerah pegunungan (misalnya di daerah
Puncak, Jawa Barat) titik didihnya akan lebih rendah dari 100 derajat Celcius
karena didaerah itu tekanan udara kurang dari 760 mmHg. Kemudian dia mencoba
mendidihkan air di daerah puncak dan mengamati titik didih air tersebut.
Dari
percobaan atau eksperimen yang dilakukan ia memperoleh kesimpulan atau
pengetahuan baru bahwa titik didih air didaerah Puncak lebih rendah daripada
titik didih air di Jakarta. Pengetahuan jenis ini disebut pengetahuan ilmiah,
yaitu pengetahuan yang diperoleh seseorang secara logis, sistematis, melalui
penelitian dengan metode ilmiah yang hasilnya dapat dipertanggung jawabkan.
Pengetahuan ilmiah ini disebut ilmu atau sains yang berasal dari kata science (Inggris) yang kemudian
berkembang menjadi disiplin-disiplin ilmu tertentu.
Pengetahuan
para filsuf yang diperoleh sebagai hasil pemikiran yang rasional dan mendasar,
kritis dan logis, analitis dan sistematis untuk menjawab pertanyaan tentang
hakikat, asas, atau prinsip dari seluruh realitas, disebut pengetahuan
filsafati atau filsafat. Dengan rendah hati Sokrates pernah berkata, “yang saya
ketahui ialah bahwa saya tidak mengetahui apa-apa”.
Pernyataan
ini menjelaskan bahwa dalam filsafat selalu ada keinginan untuk mengetahui
sesuatu dengan lebih luas dan mendasar. Dengan perkembangannya pengetahuan
manusia terhadap alam, terhadap sesama manusia serta bertambahnya kemampuan
manusia memanfaatkan alam bagi kesejahteraan masyarakat, berkembang pula filsafat
menjadi ilmu-ilmu.
Untuk memberikan gambaran mengenai perkembangan ilmu, dapat dikemukakan
contoh bahwa hingga abad k-18 fisika masih disebut sebagai “filsafat alam”.
Demikian pula yang sekarang kita kenal sebagai ilmu ekonomi, dahulu disebut
sebagai filsafat moral. Sejak pertengahan abad ke-19, fisika, kimia, biologi,
disebut sebagai “ilmu kealaman” dan bukan bagian dari filsafat alam. Dalam
perkembangan selanjutnya pada abad ke-20 fisika, kimia, biologi, psikologi dan
ilmu-ilmu sosial seperti ilmu ekonomi, ilmu pendidikan, sosiologi, ilmu hukum serta ilmu politik
telah dinyatakan sebagai “ilmu-ilmu empiris”. Dengan berjalannya waktu, ilmu
pun berkembang menjadi lebih banyak dan lebih luas sehingga banyak pula cabang
ilmu yang lebih dalam pembahasannya. Dengan demikian ilmu-ilmu itu lahir,
berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu yang terlepas dari filsafat sebagai
induknya. Pada dasarnya ilmu itu lahir dan berkembang sebagai produk dari upaya
manusia untuk memahami realitas alam serta kehidupan di dalamnya serta upaya
mengembangkan produk-produk yang telah dihasilkan oleh manusia sebelumnya.
Meskipun dalam perkembangannya filsafat telah melahirkan ilmu-ilmu yang
bersifat mandiri, tidak berarti bahwa hubungan antara ilmu dengan filsafat
telah terputus. Hubungan itu masih tetap ada dan perlu ada interaksi antara
keduanya. Sebagai contoh, filsafat bertugas antara lain untuk membuat analisis
tentang konsep-konsep dan asumsi-asumsi ilmu dalam arti dan validitasnya.
Selain itu, filsafat juga mengatur hasil berbagai ilmu dalam suatu pandangan
hidup yang terintegrasi dan komprehensif dan konsisten. Sebaliknya, sikap
ilmiah yang merupakan landasan perkembangan ilmu dirasakan amat bermanfaat pula
bagi perkembangan filsafat.
Filsafat
yang menelaah manusia dan hubungan antar manusia disebut moral philosophy atau
filosofi saja. Dalam perkembangannya, kelompok ilmu-ilmu ini menjadi ilmu-ilmu
sosial yang dalam bahasa Jerman disebut Geisteswissenschaften. Sains telah
berkembang secara cepat sejalan dengan perkembangan tekhnologi. Misalnya, ilmu
kealaman secara berangsur memliki banyak cabang ilmu yang masing-masing
ditelaah, diteliti dan dikembangkan oleh masing-masing kelompok-kelompok
ilmuwan yang berminat terhadap cabang ilmu tertentu. Pembagian ini disebabkan
oleh keterbatasan manusia yang tidak mampu mempelajari beberapa ilmu sekaligus
secara mendalam.
Ilmu
sosial atau ilmu kemasyarakatan meliputi berbagai cabang yang pada dasarnya mengkaji
hubungan antar manusia baik antar individu maupun kelompok. Bahasa, selain
merupakan ilmu juga merupakan sarana komunikasi antar manusia baik dalam wacana
tulis maupun lisan. Matematika, disamping disamping merupakan ilmu juga
membantu ilmu-ilmu lain, misalnya untuk kuantifikasi data atau untuk
menyimpulkan hasil penelitian melalui statistik.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan ilmu itu tidak dapat
hanya dirumuskan atau ditentukan oleh
ilmu itu sendiri, tetapi perlu dikaitkan dengan dasar budaya masyarakat atau
bangsa. Hal ini terjadi karena pada dasarnya nilai suatu pengembangan ilmu itu
perlu ditinjau sejauh mana ilmu itu dapat menyumbangkan nilai tambah untuk
kesejahteraan masyarakat tanpa harus mengorbankan nilai-nilai budaya mereka.
No comments:
Post a Comment