Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow membagi kebutuhan manusia atas kebutuhan fisiologis
(physiological needs), kebutuhan keamanan (safety needs), kebutuhan
untuk bersosialisasi (social/affiliation needs),
kebutuhan penghargaan
(esteem needs), dan kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs)
(Surya : 2003; Kozler, Erb, Bermn & Yender : 2004 ; Kuswadi :
2005).
Teori ini dijelaskan oleh Maslow bahwa mencoba memuaskan kebutuhan
yang lebih mendasar sebelum mengarahkan perilaku dalam memuaskan
kebutuhan yang lebih tinggi (Gibson, Ivancevich, dan Donnelly :
1997).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap individu akan
merasakan
kepuasan setelah kebutuhan dasarnya terpenuhi dan akan selalu
berusaha
untuk memuaskan dirinya dengan memenuhi kebutuhan yang tingkatannya
lebih tinggi dalam teori Maslow.
b. Teori Dua Faktor Herzberg
Teori ini menyatakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan
merupakan 2 (dua) hal yang berbeda, dimana kepuasan dan
ketidakpuasan
disini berhubungan dengan pekerjaan (dalam Wati Setiasih : 2006).
Herzberg mengemukakan bahwa kepuasan ditentukan oleh dua faktor
yaitu : 1) Motivator
(Satisfiers), yaitu faktor-faktor yang menimbulkan
kepuasan meliputi : pencapaian, pengakuan, pekerjaan itu sendiri,
tanggung jawab, dan pengembangan 2). Hygiene Factors (Dissatisfier),
yaitu faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja meliputi
13
kebijakan dan administrasi perusahaan, teknis supervisi,
penghasilan,
hubungan interpersonal, kondisi kerja, keamanan kerja, dan status
(Wati
Setiasih : 2006).
Keberadaan faktor Motivator (Satisfiers) dapat menimbulkan
kepuasan. Tetapi ketidakberadaan faktor ini tidak selalu
menimbulkan
ketidakpuasan. Perbaikan pada Hygiene Factor (Dissatisfiers) dapat
mengurangi ketidakpuasan tetapi tidak dapat menimbulkan kepuasan
karena faktor ini bukan merupakan sumber kepuasan
(Wati Setiasih
c. Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adams yang mempunyai prinsip
bahwa individu akan merasa puas atau tidak puas tergantung dari
adanya
keadilan (equity). Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh
individu dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain. Dalam
industri jasa pelayanan dapat diartikan pelanggan akan memutuskan
bahwa mereka puas atau tidak puas setelah mereka membandingkan
terlebih dahulu pelayanan yang mereka terima dengan pelayanan yang
diterima pelanggan yang masih dalam satu jenis perusahaan pelayanan
atau yang berbeda perusahaan.
d. Teori Perbedaan/Pertentangan (Discrepancy Theory)
Teori ini dipelopori oleh Proter (dalam Wati Setiasih, 2006).
Proter
mengemukakan bahwa untuk mengetahui kepuasan dalam hal ini kepuasan
14
kerja individu dilakukan dengan menghitung selisih antara apa yang
seharusnya dengan kenyataan sesungguhnya. Locke (dalam Wati
Setiasih,
2006) lebih lanjut mengatakan bahwa individu akan merasakan
kepuasan
dalam halini pekerjaan jika tidak ada perbedaan antara yang
diinginkannya
dengan persepsinya atas kenyataan. Pada prinsipnya, teori ini
tampak
serupa dengan sefinisi konsep kepuasan itu sendiri yang telah
diuraikan
sebelumnya.
1. teori The Expectancy Disconfirmation Model dari
Zeithaml (1990:167). Teori ini menekankan bahwa
kepuasan atau ketidakpuasan ditentukan oleh suatu proses evaluasi pelanggan,
dimana persepsi tersebut mengenai hasil suatu jasa atau jasa dibandingkan
dengan standar yang diharapkan. Proses inilah yang disebut dengan proses
diskonfirmasi.
2.
Schnaars
Menurut Schnaars (1991), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis
adalah untuk menciptakan para pelanggan yang merasa puas
3.
Philip Kotler
Philip Kotler mengatakan bahwa kepuasan konsumen adalah hasil yang
dirasakan oleh pembeli yang mengalami kinerja sebuah perusahaan yang sesuai
dengan harapannya
4.
Griffin
memberikan pengertian
loyalitas : When a customer is loyal, he or she exhibits purchase behavior
defined as non-random purchase expressed over time by some decision-making unit.
Dan pentingnya untuk meningkatkan first-time customer menjadi lifetime buyer
adalah
1. The
Expectancy - Disconfirmation Model
Teori ini merupakan teori yang banyak digunakan
dalam kajian mengenai kepuasan konsumen yang dikemukakan oleh Gardinal
(2002:87) dan sering juga dikenal dengan nama Teori Diskonfirmasi (disconfirmation
paradigm) dalam teori ini ditekankan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan
ditentukan oleh suatu produk atau jasa dibandingkan standar kinerja yang
diharapkan. Proses evaluasi itu disebut dengan proses Diskonfirmasi (disconfirmation
paradigma).
Perbandingan antara persepsi dengan, kinerja
tersebut akan melahirkan tiga kemungkinan. Pertama, jika standar kinerja produk
atau jasa sesuai yang diharapkan maka yang terjadi adalah confirmation. Kedua,
jika terjadi, standar kinerja di bawah yang diharapkan maka yang terjadi adalah
negative disconfirmation, dan. Ketiga standar kinerja melebihi apa yang
diharapkan maka yang menjadi positif - disconfirmation.
Kepuasan dan ketidakpuasan adalah respon
pelanggan terhadap evaluasi ketidakpuasan (disconfirmation) yang dirasakan
antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual
produk setelah pemakaiannya. Dua variabel utama yang menentukan kepuasan
konsumen, yaitu harapan (expectations) dan persepsi kinerja (perceived
performance) jika persepsi kinerja melebihi harapan maka (confirmation).
Sebaliknya jika persepsi kinerja dibawah harapan maka yang terjadi adalah
diskonfirmasi.
Uraian diatas terlihat bahwa konsep expectancy
- disconfirmation pada dasarnya menekankan bahwa konfirmasi terjadi
manakala kinerja barang atau jasa yang diterima cocok dengan standar, sedangkan
diskonfirmasi terjadi manakalah kinerja yang diterima tidak sesuai dengan
standar Konfirmasi melahirkan ketidakpuasan.
2. Teori Tingkatan Perbandingan
Teori diskonfirmasi menurut beberapa ahli
memiliki beberapa kelemahan dengan mengkritik teori ini dengan alasan, teori
ini hanya mengasumsikan bahwa faktor utama dari kepuasan konsumen adalah
harapan prediktif yang dibentuk oleh perusahaan dan mengabaikan sumber lain
dari harapan konsumen, seperti pengalaman masa lalu terhadap produk yang sama.
Modifikasi teori diskonfirmasi dengan mengajukan tiga determinan dasar dan
tingkatan perbandingan produk, yaitu (1) pengalaman sebelumnya dari konsumen
terhadap produk yang serupa (2) situasi yang menimbulkan harapan misalnya Wan,
promosi lainnya dan (3) pengalaman konsumen lainnya yang bertindak referensi.
Salah satu pendukung teori tingkatan
perbandingan adalah Kadir (2001:55) yang melakukan penelitian terhadap
perusahaan manufaktur, jasa dan badan publik di Amerika Serikat. Dari
penelitian itu disimpulkan bahwa, keputusan konsumen untuk melakukan pembelian
produk atau jasa berasal dari hasil evaluasi konsumen yang berasal dari
kebiasaan, keandalan, dan standarnisasi pelayanan. Kepuasan konsumen,
menurutnya adalah perbandingan tingkat kepuasan dan usaha yang sejenis. Pada
akhirnya kepuasan konsumen menyeluruh diukur berdasarkan pengalaman menyeluruh
dari konsumen, harapan yang berhubungan dengan kebiasaan, dan harapannya dengan
keandalan produk atau jasa tersebut.
3. Teori Ekuitas
Oliver (2001:85) mengemukakan bahwa teori ini
menyatakan seseorang akan merasa puas bila rasio hasil (outcome) yang
diperolehnya dibandingkan input dirasakan fair dan adil. Dengan kata lain,
bahwa jika apa yang diterima oleh konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah
dikeluarkan / dikorbankan (outcome dibanding input) maka konsumen akan
merasakan ketidakpuasan.
Menyimak teori diatas maka terlihat bahwa teori
ini lebih menekankan pada rasio dibandingkan dengan input. Dengan kata lain,
teori ini terkesan lebih menitikberatkan pada unsur fungsi benefit, tanpa
mempertimbangkan pada unsur lain seperti penghargaan (resped) dan pengakuan (recognition)
kebanyakan lebih dominan dibandingkan dengan unsur fungsi produk atau jasa.
4. Teori Atribut
Teori atribut dikembangkan oleh Weiner dalam
Tjiptono (2004:158) bahwa ada tiga penyebab yang menentukan keberhasilan atau
kegagalan suatu hasil (outcome), sehingga dari padanya dapat ditentukan apakah
suatu pembelian memuaskan atau tidak memuaskan. Pertama, faktor stabilitas atau
validitas. Apakah faktor penyebabnya bersifat sementara atau permanen. Kedua,
locus causality, yaitu apakah faktor penyebabnya berhubungan dengan
konsumen (external attribut) atau dari pemberi jasa (internal
attribut). Ketiga, controllability apakah penyebab tersebut berada dalam
kendali ataukah berasal dari faktor lain yang tidak dapat dipengaruhi.
- See more
at: http://globalonlinebook1.blogspot.com/2013/05/apa-itu-kepuasan-pelanggan
No comments:
Post a Comment