2.1 Bentuk – Bentuk Komunikasi Organisasional
Komunikasi dalam organisasi tidak terlepas dari bentuk
komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Betapa pentingnya komunikasi
internal dalam membina manusia di dalam organisasi, di mana masingmasing
individu anggota organisasi memiliki berbagai kepentingan, tetapi menjadi satu
kesatuan dengan adanya kepentingan bersama.
2.1.1 Komunikasi
Internal
Komunikasi internal adalah pertukaran gagasan di
antara para administrator dan karyawan mereka dalam suatu perusahaan atau jawatan
tersebut, lengkap dengan strukturnya yang khas (organisasi), dan pertukaran gagasan
secara horisontal dan vertikal di dalam suatu perusahaan atau jawatan yang
menyebabkan pekerjaan berlangsung (operasi dan manajemen) (Brennan, dalam
Effendy, 1984:155).
Organisasi sebagai kerangka kekaryaan (frame work)
menunjukkan adanya pembagian tugas antara orang-orang di dalam organisasi itu,
dan dapat diklasifikasikan sebagai tenaga pimpinan dan tenaga yang dipimpin. Untuk
menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan tujuan yang akan dicapai, manajer
atau administrator mengadakan peraturan sedemikian rupa sehingga ia tidak perlu
berkomunikasi langsung dengan seluruh karyawan. Ia membuat kelompok-kelompok
menurut jenis pekerjaannya dan mengangkat seseorang sebagai penanggung jawab
atas kelompoknya. Dengan demikian, pimpinan cukup berkomunikasi dengan para
penanggung jawab kelompok. Jumlah kelompok dan besarnya kelompok tergantung
pada besar kecilnya organisasi.
1.
Dimensi
Komunikasi Internal
Dimensi Komunikasi Internal
terdiri dari komunikasi vertical, komunikasi horizontal dan komunikasi
diagonal.
a.
Komunikasi
Vertikal
Pada dasarnya, komunikasi vertikal, terdiri dari komunikasi dari
atas ke bawah dan dari bawahan ke pimpinan secara timbal
balik. Dalam komunikasi vertical tersebut pimpinan memberikan
instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi,
penjelasan-penjelasan, dan lainnya kepada bawahannya. Bawahan memberikan
laporan-laporan, saran-saran, pengaduan-pengaduan dan sebagainya kepada
pimpinan.
1) Downward Communication
Downward
communication dalam suatu organisasi merupakan arus
informasi dari atas ke bawahan. Kita selama ini beranggapan bahwa
berlangsungnya informasi adalah dari manajemen kepada karyawan; meskipun banyak
sekali organisasi memiliki link (mata rantai) dalam kelompok manajemen (Davis
1976, dalam Pace).
Terdapat lima jenis informasi yang
biasanya dikomunikasikan dari atasan ke bawahan (Kahn & Katz), 1966, dalam
Pace:
a) informasi tentang bagaimana kita melaksanakan tugas/pekerjaan;
How to do a job. Jenis
informasi ini menyangkut tentang apa yang diharapkan karyawan dalam bekerja,
dan bagaimana mereka melakukan semua itu. Job instruction (perintah
kerja) dalam bentuk pemberitahuan,petunjuk, penjelasan, pelaksanaan secara
manual, dan job description (pembagian, wewenang dan tanggung jawab
pekerjaan), memiliki pengertian yang lebih kurang sama dengan cara-cara
penyampaian jenis informasi ini.
b) informasi tentang apa alasan melaksanakan berbagai tugas/pekerjaan
itu;
Rationale for doing jobs. Jenis
informasi ini dirancang untuk karyawan agar mereka mengetahui bagaimana mereka
bekerja, kaitan antara tugastugas lainnya dengan posisi mereka di organisasi,
dan mengapa mereka melaksanakan pekerjaan utama mereka. Dalam pengertian lebih
luas, jenis informasi ini membantu karyawan untuk mengenal bagaimana mereka
bekerja membantu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
c) informasi tentang kebijakan dan petunjuk praktis;
Organizational policies and practice. Melengkapi informasi tentang tugas pekerjaan spesifik, dan
bagaimana mempersiapkan mereka masuk ke organisasi secara total. Karyawan
diberi infomasi tentang jam kerja, gaji, pemutusan hubungan kerja, asuransi
kesehatan, liburan/cuti, tidak bekerja karena sakit, masalah insentif, serta
sanksi dan ganjaran/bonus.
d) informasi tentang kinerja karyawan; dan
Employee performance. Informasi
tentang bagaimana melakukan sesuatu yang baik, dinilai penting untuk efisien
dan efektifnya fungsi suatu sistem. Informasi bagi karyawan tentang bagaimana
mereka melaksanakan pekerjaan dengan baik, juga secara ekstrim pentingnya
pemeliharaan keberhasilan operasional organisasi. Informasi negatif cenderung
akan menurunkan motivasi dan cukup potensial mempengaruhi kinerja secara
negatif, hasilnya pekerjaan kurang efektif dibanding haparan sebelumnya.
e) informasi untuk mengembangkan kesamaan misi.
Mission of the organization. Kesetiaan
terhadap organisasi, produknya, pelayanan dan kontribusi kepada masyarakat
adalah suatu unsur penting dalam kekuatan organisasional.
Metode di mana informasi
dikomunikasikan ke bawah, dikelompokkan ke dalam empat macam, yaitu :
1. lisan,
2. Tulisan,
3. Majalah Bergambar,
4. Kombinasi dari ketiga metode sebelumnya.
2) Upward
communication
Komunikasi ke atas adalah
komunikasi yang berlangsung dari bawahan ke atasan, atau dari suatu organisasi
yang lebih rendah dengan satuan organisasi yang lebih tinggi. Semua pegawai
dalam organisasi, kecuali mungkin mereka yang menduduki posisi puncak, mungkin
berkomunikasi ke atas yaitu, setiap bawahan mempunyai alasan yang baik atau
meminta informasi dari atau memberin informasi kepada seorang yang otoritasnya
lebih tinggi daripada dia
b.
Komunikasi
Horisontal
Komunikasi Horizontal adalah komunikasi secara mendatar, antara anggota
staf dengan anggota staf, karyawan dengan karyawan, dan sebagainya. Komunikasi
horizontal biasanya tidak formal karena terjadi dengan orang yang memiliki
tingkatan yang sama. Pesan dalam komunikasi horizontal biasanya berhubungan
dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi, pemecahan
masalah, penyelesaian konflik, saling memberikan informasi dan mengembangangkan
sokongan interpersonal.
Bentuk dari komunikasi horizontal yang sering terjadi yaitu, rapat-rapat
komite, interaksi pada jam istirahat, percakapan telepon, dan aktivitas sosial.
Dalam komunikasi sosial sering kali terjadi masalah, yaitu jika ada desas-desus
akan cepat sekali menyebar dan menjalar karena komunikasi horizontal bias
dilakukan di saat jam istirahat atau santai. Dan yang didesas-desuskan sering
kali mengenai hal-hal yang menyangkut pekerjaan atau tindakan pimpinan yang
merugikan mereka.
Tujuan komunikasi horizontal, yaitu :
1) Untuk koordinasi penugasan pekerjaan.
2) Untuk berbagi informasi terhadap perencanaan dan kegiatan.
3) Untuk pemecahan masalah.
4) Untuk menjamin kesamaan pengertian.
5) Untuk mendamaikan, negosiasi, dan menyatukan suatu berbedaan.
6) Untuk mengembangkan dukungan interpersonal.
Metode komunikasi horisontal:
1. Pertemuan kepanitiaan. Koordinasi paling baik, berbagi informasi,
perdamaian dan pemecahan masalah yang diambil dalam pertemuan itu.
2. Interaksi informal sewaktu istirahat. Anggota suatu unit kerja
seringkali bekerja secara individu dan terisolasi, tetapi sewaktu istirahat dan
waktu makan siang mereka memiliki kesempatan melakukan komunikasi horisontal.
3. Percakapan telepon. Suatu transaksi besar informasi adalah
berbagai informasi di antara karyawan melalui percakapan telepon.
4. Memo dan catatan.
5. Aktivitas sosial.
6. Quality circle (lingkaran kualitas)
adalah suatu kelompok pekerja sukarela berbagai area/daerah pertanggungjawaban.
Anggota the circle bertemu bersama setiap minggu untuk berdiskusi,
menganalisis dan memberi ide untuk peningkatan kerja mereka.
c.
Komunikasi
Diagonal
Komunikasi diagonal atau komunikasi silang (cross-channel
communication) adalah komunikasi antara pimpinan seksi dengan pegawai seksi
lain. Sebagai contoh, seorang sopir yang termasuk seksi angkutan berkomunikasi
dengan Kepala Bagian Personalia yang secara struktur tidak mencakup seksi
angkutan tersebut. Andaikata komunikasi seperti itu terjadi secara tak formal,
tidak akan menimbulkan masalah. Tetapi tidak jarang terjadi komunikasi antara
Kepala Bagian Personalia dengan seorang karyawan di bagian seksi lain, mengenai
keluhan yang menyangkut nasibnya yang disebabkan kurang memuaskannya informasi
yang diperoleh langsung dari atasannya.
Pentingnya komunikasi silang (diagonal) dalam organisasi
disarankan Davis (1967), dalam Pace, bahwa aplikasi tiga prinsip akan
memperkuat peranan komunikasi staf khusus:
1. Staf khusus harus dilatih dalam keahlian komunikasi.
2. Staf khusus membutuhkan pengenalan penting dari peranan komunikasi
mereka.
3. Manajemen harus mengakui peranan staf khusus dan membuat lebih
baik untuk mempergunakannya dalam komunikasi organisasional.
Komunikasi horisontal dan diagonal, keduanya melibatkan hubungan
secara menyamping yang esensial untuk komunikasi organisasional yang efektif.
Pada dasarnya antara komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal tersebut kadang-kadang terjadi apa yang
disebut komunikasi diagonal.
2.
Jenis
Komunikasi Internal
Dimensi komunikasi internal dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis, yakni:
1) komunikasi persona (personal communication);
2) komunikasi kelompok (group communication).
1)
Komunikasi
Persona
Komunikasi persona ialah komunikasi antara dua orang dan dapat
berlangsung dengan dua cara:
a)
komunikasi tatap muka (face
to face communication);
b)
komunikasi bermedia (mediated
communication).
Komunikasi persona tatap muka berlangsung secara dialogis saling
menatap, sehingga terjadi kontak pribadi (personal contact). Ini disebut
komunikasi antarpersona (interpersonal communication). Sedangkan komunikasi
persona bermedia adalah komunikasi
dengan menggunakan alat, umpamanya telepon, memorandum dan lain-lain. Karena
melalui alat, maka antara kedua orang tersebut tidak terdapat kontak pribadi.
Komunikasi antarpersona karena situasiya tatap muka, oleh para
pakar komunikasi dianggap sebagai jenis komunikasi efektif untuk berubah sikap,
pendapat dan perilaku (attitude, opinion and behaviour change)
seseorang. Efektifnya komunikasi persuasif dalam situasi komunikasi seperti itu
ialah terjadinya, memahami dan menguasai:
a) frame of reference komunikan
selengkapnya;
b) kondisi fisik dan mental komunikan sepenuhnya;
c) suasana lingkungan pada saat terjadinya komunikasi;
d) tanggapan komunikan secara langsung.
Dengan mengetahui, memahami dan menguasai hal-hal tersebut,
pimpinan organisasi sebagai komunikator dapat melakukan kegiatan-kegiatan
seperti berikut:
1) mengontrol setiap kata dan kalimat yang diucapkan;
2) mengulangi kata-kata yang penting disertai penjelasan;
3) memantapkan pengucapan dengan bantuan mimik dan gerak tangan;
4) mengatur intonasi sebaik-baiknya;
5) mengatur rasio dan perasaan.
Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam situasi
komunikasi antarpersona tatap muka:
1) bersikaplah empati dan simpatik;
2) tunjukkan sebagai komunikator terpercaya;
3) bertindaklah sebagai pembimbing, bukan pendorong;
4) kemukakanlah fakta dan kebenaran;
5) bercakaplah dengan gaya mengajak, bukan menyuruh;
6) jangan bersikap super;
7) jangan mengentengkan hal-hal yang mengkhawatirkan;
8) jangan mengritik;
9) jangan emosional;
10)
berbicaralah secara
meyakinkan.
2)
Komunikasi
Kelompok
Komunikasi kelompok (group communication) ialah komunikasi
antara seseorang dengan sekelompok orang lain dalam situasi tatap muka.
Kelompok ini bisa kecil, dapat juga besar, tetapi berapa jumlah orang yang
termasuk kelompok kecil dan berapa jumlah yang termasuk kelompok besar tidak
ditentukan perhitungan secara eksak (pasti), melainkan ditentukan berdasarkan
ciri dan sifat komunikan dalam hubungannya dengan proses komunikasi. Dalam
komunikasi kelompok dibedakan antara komunikasi kelompok kecil dengan
komunikasi kelompok besar.
Komunikasi kelompok kecil (small group communication)
ialah komunikasi antara seorang menajer
atau administrator dengan sekelompok karyawan yang memungkinkan terdapatnya
kesempatan bagi salah seorang untuk memberikan tanggapan secara verbal. Dengan
perkataan lain, dalam komunikasi kelompok kecil si pemimpin tadi dapat
melakukan komunikasi antarpersona dengan salah seorang peserta kelompok.
Sedangkan Komunikasi kelompok besar (large group communication) adalah
kelompok komunikan yang karena jumlahnya banyak, dalam suatu situasi komunikasi
hampir tidak dapat kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal. Dengan
lain perkataan, dalam komunikasi dengan kelompok besar, kecil sekali
kemungkinannya bagi komunikator untuk berdialog dengan komunikan.
Berbeda dengan kelompok besar, individu-individu dalam kelompok
kecil bersifat rasional, sehingga setiap pesan yang sampai kepadanya akan
ditanggapi secara kritis. Keuntungan berkomunikasi dengan kelompok kecil ialah:
1) terdapat kontrak pribadi;
2) umpan balik bersifat langsung;
3) suasana lingkungan berkomunikasi dapat diketahui.
Kerugiannya ialah:
1) frame of reference (kerangka
rujukan) komunikan tidak diketaui secara individual;
2) kondisi fisik dan mental komunikan tidak dipahami secara
individual.
Berdasarkan kenyataan tersebut, dalam melancarkan komunikasi
kelompok kecil tatap muka, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) adakan persiapan yang seksama sebelum berkomunikasi;
2) bangkitkan perhatian begitu komunikasi dimulai;
3) peliharalah kontak pribadi selama berkomunikasi;
4) tunjukkan diri sebagai komunikator terpercaya;
5) bicaralah dengan tegas, jelas dan meyakinkan;
6) hormatilah kritik komunikan;
7) kemukakan fakta dan opini dalam uraian yang sistematis dan logis;
8) jangan bersikap super;
9) jangan mengritik;
10)
jangan ngotot;
11)
jangan emosional.
Dalam komunikasi internal suatu jawatan atau perusahaan jarang
sekali terjadi komunikasi kelompok besar, kecuali dalam upacara bendera yang
sering dipergunakan oleh seorang kepala/pemimpin untuk memberikan informasi
yang sifatnya umum, yang berkaitan dengan kepentingan seluruh karyawan.
Dalam hal-hal tertentu seorang kepala jawatan atau pemimpin perusahaan berkesempatan tampil dalam forum
menghadapi kelompok besar, seperti konferensi atau kongres. Sehubungan dengan
itu, disarankan untuk memperhatikan hal-hal seperti berikut:
1) adakanlah persiapan yang seksama sebelum berkomunikasi;
2) bangkitkanlah perhatian sebelum komunikasi dimulai;
3) peliharalah kontak pribadi selama berkomunikasi;
4) tunjukkan diri sebagai komunikator terpercaya;
5) bicaralah secara meyakinkan;
6) aturlah intonasi sehingga menimbulkan rasa gairah;
7) kemukakanlah pesan komunikasi yang menyangkut kepentingan
komunikan, bukan kepentingan komunikator semata.
2.1.2 Komunikasi
Eksternal
Komunikasi eksternal ialah komunikasi antara pimpinan
organisasi dengan khalayak di luar
organisasi. Pada instansi-instansi pemerintah seperti departemen, direktorat,
jawatan, dan sebagainya serta perusahaan-perusahaan besar karena luasnya ruang
lingkup komunikasi, maka kegiatan komunikasi lebih banyak dilakukan oleh PRO (Kepala
Hubungan Masyarakat) daripada oleh pimpinan sendiri. Yang dilakukan sendiri
oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang dianggap sangat penting saja,
yang tidak bias diwakilkan kepada orang lain, umpamanya perundingan (negotiation)
yang menyangkut kebijakan organisasi. Hal lainnya dilakukan oleh Kepala Humas,
yang dalam kegiatan komunikasi eksternal merupakan tangan kanan pimpinan.
Komunikasi eksternal terdiri dari dua jalur secara timbal balik,
yakni komunikasi dari organisasi kepada khalayak, dan dari khalayak kepada
organisasi.
a.
Komunikasi
dari Organisasi Kepada Khalyak
Komunikasi dari organisasi kepada khalayak
pada umumnya bersifat informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga
khalayak merasa ada keterlibatan, setidak-tidaknya ada hubungan batin. Kegiatan
ini sangat penting dalam usaha memecahkan suatu masalah jika terjadi tanpa
diduga. Sebagai contoh, masalah yang timbul akibat berita yang salah dimuat
dalam suratkabar. Dengan adanya hubungan
baik sebagai akibat dari kegiatan komunikasi, kemungkinan besar masalah
tersebut tidak akan terlalu sulit diatasi.
Bukan tidak mungkin pula sebelum berita itu dimuat, si wartawan terlebih
dahulu bertanya mengenai kebenaran kejadian yang akan diberitakan itu.
Komunikasi dari organisasi kepada khalayak
dapat melalui berbagai bentuk seperti:
1) majalah organisasi;
2) press release;
3) artikel suratkabar/majalah;
4) pidato radio;
5) pidato televisi;
6) film dokumenter;
7) selebaran (brosur, leaflet, poster, folder, booklet);
8) konferensi pers.
b.
Komunikasi
Dari Khalayak Kepada Organisasi
Komunikasi dari khalayak kepada organisasi merupakan
umpan balik sebagai efek dari kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh
organisasi. Jika informasi yang disebarkan kepada khalayak itu menimbulkan efek
yang sifatnya kontroversial (menyebabkan adanya pro dan kontra di kalangan
khalayak), maka disebut opini publik (public opinion). Opini publik ini sering
kali merugikan organisasi, karena harus diusahakan agar segera dapat diatasi,
dalam arti kata tidak menimbulkan permasalahan.
2.2 Komunikasi
dan Manajemen Dalam Suatu Organisasi
Berbicara tentang komunikasi dan manajemen, maka komunikasi akan
tercermin dan merupakan fondasi dalam setiap unsur dalam proses manajemen,
yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), directing
(pembimbingan dan pengarahan), controlling (pengawasan) (Wofford, et al,
1977:9).
Perencanaan berarti memikirkan sebelumnya apa yang akan kita kerjakan dengan sumber daya yang ada pada
organisasi. Pembuatan perencanaan yang teratur dan logis, sebelumnya membutuhkan
rentan keputusan (kebijakan) terlebih dahulu sebagai petunjuk dan pedoman
langkah-langkah selanjutnya. Fayol, dalam Kadarisman (1981), menekankan arti
penting fungsi manajer yang disebut prevoyance atau melihat ke depan,
yang menghadapinya. Perencanaan demikian itu, ungkap Fayol, terutama dilihat
dalam rencana kerja, yang sekaligus merupakan hasil yang diperkirakan arah
kegiatan yang akan ditempuh.
Menurut Harold Koonz, dalam Kadarisman (1981), perencanaan dengan
sendirinya berarti suatu pengambilan keputusan, karena ia mencakup pemilihan di
antara berbagai alternatif. Kebijaksanaan-kebijaksaan, programprogram dan
cara-cara (mekanisme) kerja merupakan keseluruhan operasi
organisasi/perusahaan. Perencanaan adalah proses rasional dalam membuat keputusan mengenai fase kegiatan
organisasi/perusahaan.
Perencanaan adalah ketetapan suatu maksud (rencana) mengenai apa yang menjadi sasaran dan tujuan
yang hendak dicapai suatu organisasi, dalam suatu cara yang sangat umum,
bagaimana mereka mencapainya. Termasuk dalam kategori perencanaan adalah apa
yang menjadi pengembangan strategi, kebijakan, anggaran, dan petunjuk lain
untuk melakukannya yang kita temukan dalam organisasi (Wofford, et al, 1977:9).
Fase tindakan perencanaan meliputi:
1) analisis (perhitungan bagaimana jalannya keadaan di masa depan);
2) sasaran (perincian singkat dan tegas mengenai sasaran yang ingin
dicapai, menetapkan hasil yang diinginkan atau tujuan yang terakhir);
3) kebijaksanaan (rumusan cara-cara kerja yang akan dilaksanakan);
4) program (urutan langkah-langkah yang akan dilakukan menuju
tercapainya sasaran);
5) daftar waktu (penetapan waktu, lamanya tiap-tiap pekerjaan harus
diselesaikan, menetapkan jadwal atau time schedule);
6) Prosedur kerja atau metode (penetapan sistem atau teknik
caranya pekerjaan dilakukan);
7) anggaran keuangan (penetapan sumber-sumber keuangan yang tersedia
untuk melaksanakan proyek yang direncanakan) (Kadarisman 1981: 1617).
Dalam perencanaan terdapat keterkaitan langsung dan saling
ketergantungan antara perencanaan dan komunikasi. Seorang manajer tidak akan
mampu membuat perencanaan tanpa adanya informasi, dan informasi diperoleh
melalui proses komunikasi bahwa kita menyebarkan informasi kepada siapa yang
memerlukannya. Sebaliknya, hasil dari suatu perencanaan (strategi, kebijakan
dan lainnya), tidak akan ada nilainya bagi suatu organisasi jika tidak
terjadinya komunikasi antara manajer dan partisipan secara organisasional.
Unsur-unsur penting dalam pengawasan sebagai sebuah proses,
termasuk pengukuran, perbandingan, pengambilan
keputusan dan umpan balik atau tindakan kolektif. Salah satu dari elemen
ini merupakan hal yang penting dari situasi pengawasan, yang melibatkan
komunikasi atau arus data dan informasi. Pengukuran peformance (kinerja)
aktual bersama dengan standar yang diharapkan harus disediakan di tempat di
mana comparison (perbandingan) dan decision making (pengambilan
keputusan) akan terjadi. Berbagai tindakan korektif atau feedback (umpan
balik) harus dikomunikasikan kepada siapa yang dapat memprakarsai tindakan yang
dibutuhkan. Hal ini mungkin tergantung pada situasi-situasi tertentu, dan
sejumlah individu (termasuk manajer) dilibatkan dalam proses ini. Sebagai
konsekuensi, komunikasi di antara mereka menjadi crucial (penting) untuk
mencapai keberhasilan.
2.2.1 Saling Ketergantungan
Antara Manajemen dan Komunikasi
Dalam kenyataan, komunikasi adalah suatu proses
integral dari fungsi manajemen itu sendiri. Banyak dibahas gambaran komunikasi
sebagai suatu input dasar dan output dalam proses manajemen, juga terdapat
persamaan dengan tindakan manajemen, seperti yang terjadi sebagai pengertian
real time (saat benar-benar terjadi). Sebagai seorang manajer, salah satunya
harus secara simultan melakukan komunikasi, Sejumlah pakar (Melcher dan Beller,
1967, Sigband, 1969, dan Timber, 1966, dalam Wofford, et al, sebagai contoh)
melakukan studi perlakuan saling ketergantungan antara efektivitas manajerial
dan komunikasi. Kicks (1972), dalam Wofford, et al, membahas menurut versinya
dengan enam fungsi manajemen, mengamati setiap unsur yang terjadi satu sama
lainnya. Sewaktu para manajer merencanakan, mereka juga membentuk,
mengorganisasi dan sebagainya.
Sehubungan dengan komunikasi dan proses manajemen,
telah diringkas dan dimodifikasi oleh Albers's (1974) menjadi model proses
manajemen. Proses manajemen yang dikemukakannya terbatas, tetapi perubahan
hubungan komunikasi harus dimantapkan antara manajer dan bawahan. Komunikasi
secara progresif digambarkan oleh Albers sebagai suatu hal yang sangat penting
dan berlangsung secara alami. Seperti komunikasi vertikal dari atas ke bawah melalui hirarki, atau
komunikasi horisontal melalui pendekatan organisasi dengan alur pekerjaan.
Dalam kasus serupa lainnya, manfaatnya adalah untuk mengkomunikasikan terhadap
bawahan apa yang diharapkan terjadi pada
manajemen untuk menghormati kinerja pekerjaan.
Garis edar umpan balik mengambil bentuk sebagaimana
komunikasi vertikal dari bawah ke atas yang menginformasikan manajer apa yang
menjadi perhatian kinerja bawahan dan berbagai masalah yang kerap terjadi.
Seperti umpan balik selalu berkaitan dengan fungsi pengawasan manajemen. Hal
ini penting untuk menegaskan bahwa kedua bentuk komunikasi (vertical dan
horisontal) adalah vital (sangat penting) untuk menyukseskan manajer dan
keberhasilan organisasi tergantung pada dua bentuk komunikasi organisasional di
atas (vertikal dan horisontal). Sama-sama pentingnya untuk dicatat bahwa proses
perubahannya dinamis dalam setiap situasi baru.
2.2.2 Manajer dan Komunikasi
Salah satu tanggung jawab penting dan sulit yang diemban
manajer adalah komunikasi, karena kinerja atau tugas manajer melalui komunikasi
adalah menciptakan understanding (pengertian). Keefektifan manajer dalam
kemampuan yang begitu beragam, terlihat dari keterampilannya berkomunikasi.
Komunikasi keorganisasian (manajemen pen) dapat didefinisikan sebagai proses
aliran (pengiriman dan penerimaan) pesan-pesan yang berorientasikan tujuan di
antara sumber-sumber komunikasi dalam suatu pola, dan melalui suatu medium atau
media (Pareek. 1984:97).
Melalui komunikasi, seorang manejer dapat mewujudkan
perencanaan, menjalankan roda organisasi lebih efektif, menciptakan motivasi
kerja untuk mencapai produktivitas yang tinggi, dan melakukan pengendalian atau
pengawasan kepada bawahan. Kesemuanya itu dapat berjalan bilamana seorang
manajer dalam berkomunikasi dapat menimbulkan saling pengertian. Komunikasi
dalam manajemen berfungsi sebagai jembatan yang dapat membangun pengertian,
yaitu apa yang kita ketahui tentang orang lain, bagaimana cara kita berhadapan,
kesan dan perasaan kita, cara atau metode penyampaian pesan, kesemuanya itu
tercermin bilamana kita melakukan
kegiatan komunikasi.
Bilamana kita ingin mengembangkan keterampilan
komunikasi, pertama kita harus mengerti apa itu komunikasi dan kapan, serta di
mana ia berperan dan mengapa kita harus memberi perhatian pada komunikasi.
Komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas
penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap (Hovland, dalam
Effendy. 1984:12).
Komunikasi dalam organisasi ditekankan pada arus
komunikasi yang terjadi di antara orang-orang, dalam hal ini pejabat-pejabat
dalam jaringan (network) yang dibentuk oleh struktur organisasi tersebut.
Proses komunikasi tersebut terjadi melalui satu atau dua saluran komunikasi
yang ada, yaitu komunikasi resmi (formal) dan komunikasi nonformal (Rachmadi.
1994:69). Secara umum biasanya kita memandang komunikasi sebagai proses telling
(memberitahu). Kita berbicara kepada orang lain apa yang ingin mereka ketahui,
apa yang kita harapkan dari pemikiran mereka dan apa yang kita inginkan untuk mereka kerjakan. Tetapi
berbicara dengan orang lain belum tentu menjamin adanya pengertian.
Dalam berkomunikasi itu kita banyak berinteraksi dan
berbicara dengan orang lain, namun belum
tentu mencapai terwujudnya mutual understanding (saling mengerti) antara mereka
yang terlibat dalam proses komunikasi. Bukan hanya berbicara bisa memahami,
tetapi perlu suatu empati (memproyeksikan diri kita terhadap orang yang diajak
berkomunikasi atau menyesuaikan diri terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakan
oleh penerima pesan agar timbul pengertian).
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa manajemen dan komunikasi sangat memegang peranan penting dalam
melancarkan kelangsungan kehidupan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan
oleh suatu organisasi. Dalam komunikasi lebih penting pengertian disbanding
hanya sekedar telling (berbicara) saja.
2.2.3 Empat Proses Dalam
Komunikasi Manajemen
Terdapat empat proses dalam komunikasi manajemen yaitu Asking (bertanya),
Telling (memberitahu), Listening (mendengarkan), dan Understanding
(memahami).
Asking: Sebagai manajer, kita sering melupakan tindakan yang harus
dan perlu dilakukan agar proses komunikasi berjalan dengan tepat dan
efektif (mengena) yaitu bertanya atau
meminta informasi yang tidak kita miliki dari orang lain (bawahan atau siapa
saja) yang memang kita butuhkan.
Manajer profesional tidak akan menunggu informasi, tetapi akan
mengejar informasi itu (istilah dalam sepakbola adalah bukan menunggu bola,
tetapi menjemput bola). Manajer harus mengetahui cara meminta informasi yang
dibutuhkan. Ia bertanya kepada bawahan atau siapa saja untuk mendapatkan umpan
balik dalam bentuk masukan (saran dan kritik) yang bersifat membangun pada berbagai
masalah yang dihadapinya.
Manajer bisa juga bertanya pada atasannya tentang informasi dan
nasihat yang ia butuhkan untuk melakukan tugas atau pekerjaannya. Ia juga
meminta informasi dan saran dari manajer satu level untuk berbagai masalah yang
dihadapi.
Telling: sebelum kita menjadi
mengerti (understanding), kita harus terlebih dahulu memberitahukan atau
mengirim pesan dalam bentuk telling yang mencakup:
1) kita harus menginformasikan diri kita sendiri;
2) kita harus selalu menjaga agar para bawahan memiliki informasi
yang berkaitan dengan tugas mereka;
3) atasan kita harus mengetahui masalah yang sedang dihadapi,
perkembangannya, serta aktivitas yang akan mempengaruhi tanggung jawabnya.
Listening: Bila kita ingin
berkomunikasi secara total, kita harus mengerti apa yang orang lain sampaikan
kepada kita. Kita harus listening (mendengarkan). Proses ini dalam
komunikasi manajemen adalah keterampilan yang tersulit untuk dipelajari. Hal
ini membutuhkan disiplin yang tinggi dalam diri kita sendiri dan pengendalian
diri terhadap keinginan untuk tidak berbicara atau memotong pembicaraan.
Understanding: Aspek yang paling
penting dalam proses komunikasi manajemen dan juga sering dilupakan orang.
Komunikasi pada umumnya memiliki dua pengertian dan dua sisi: pemikiran dan
perasaan. Untuk bias Understanding (memahami) seorang manajer harus
menyelam kepada diri dan motivasi seseorang/individu, sehingga dapat mendengar
dan membaca tidak hanya yang tersurat (dalam kata-kata bersifat verbal), tetapi
juga pengertian yang tersirat (dibalik kata tersebut).
2.2.4 Tanggunga Jawab Manajer
dalam Komunikasi
Setiap manajer bertanggung jawab terhadap komunikasi
dengan melakukan segala sesuatu yang
diperlukan untuk menciptakan understanding (pengertian) dalam empat arah:
1) ia
harus mengerti diri sendiri;
2) ia
juga harus menjalin dan menyelamatkan pengertian dirinya dengan atasannya;
3) antara
dirinya dengan bawahannya;
4) antara
dirinya dengan orang lain pada posisi satu level dengannya dalam organisasi.
Sedikit
pekerjaan komunikasi dapat didelegasikan sebagian besar ketika manajer
melakukan komunikasi dengan diri sendiri. Bilamana ia mengeluh karena terjadi
komunikasi yang tidak tepat, yang harus dilakukan manajer pertama kali adalah berkaca (bercermin) pada
dirinya sendiri. Seringkali ia gagal dalam melakukan
tanggung jawab personal yang meliputi asking, telling, listening,
understanding.
Manajer profesional merancang dan merencanakan agar ia selalu
mendapatkan informasi dengan mengatur interval waktu dalam suatu periode secara
pasti, terutama saat ia memimpin diskusi
kelompok dan diskusi dengan seseorang.
Dalam menjalankan tanggung jawab dalam komunikasi, manajer juga
harus menyelenggarakan pertemuan reguler dengan orang lain (bawahan, atasan dan
yang satu level). Melalui forum ini ia memperbaiki salah pengertian serta
menawarkan berbagai masukan (saran dan kritik) yang dapat membantunya dalam
menjalankan tugas dan memecahkan berbagai masalah.
2.3 Peranan
Pimpinan Dalam Organisasi
2.3.1 Peranan
Antarpersona
Wewenang yang formal dari seorang manajer secara
langsung akan menimbulkan tiga peranan yang meliputi hubungan antarpersona yang
mendasar:
Pertama,
peranan tokoh (figurehead role): Disebabkan kedudukannya sebagai kepala unit
suatu organisasi. Seorang manajer melakukan tugas yang bersifat keupacaraan
(ceremonial nature). Karena ia seorang tokoh, maka selain memimpin berbagai
upacara di kantornya sendiri, ia juga diundang oleh pihak luar untuk menghadiri berbagai upacara,
misalnya: upacara peringatan hari nasional, pembukaan sebuah proyek, ulang
tahun suatu instansi, pernikahan rekan
manajer, dan peristiwa-peristiwa yang begitu banyak..
Kedua,
peranan pemimpin (leader role): Sebagai pemimpin, seorang manajer bertanggung
jawab atas lancar tidaknya pekerjaan yang dilakukan bawahannya. Beberapa
kegiatan bersangkutan langsung dengan
kepemimpinannya pada semua tahap manajemen: penentuan kebijaksanaan, perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian. Ada juga
kegiatan-kegiatan yang tidak langsung
berkaitan dengan kepemimpinan, antara lain memotivasi karyawan agar giat
bekerja, yang perlu dilaksanakan si manajer sendiri.
Ketiga,
peranan penghubung (liaison role): Dalam peranannya sebagai penghubung, seorang
manajer melalukan komunikasi dengan orang-orang di luar jalur komando vertikal,
baik secara formal maupun nonformal.
2.3.2 Peranan
Informasi
Dalam organisasi, seorang manajer berfungsi bagaikan
"pusat syaraf" (nerve center), karena ia berada di tengah-tengah
jaringan kontak dengan semua pihak yang ada kaitannya dengan organisasi. Ia
mengetahui lebih banyak mengenai organisasinya daripada siapa pun juga. Ia
mengkomunikasikan banyak informasi ke luar yang oleh bawahannya kurang
dilakukan, sebaliknya ia menerima banyak informasi dai luar yang oleh
bawahannya jarang diperoleh. Komunikasi sering dilakukan oleh manajer dengan
rekan manajer lainnya yang sama statusnya, yang juga merupakan nerve center.
Dengan demikian, manajer mengembangkan pusat informasi bagi kepentingan
organisasinya. Peranan informasional (informational roles) meliputi:
Pertama,
peranan monitor (Monitor role), dalam melakukan peranannya sebagai monitor,
manajer mengajukan berbagai pertanyaan kepada rekanrekannya atau kepada
bawahannya, dan ia menerima informasi pula dari mereka tanpa diminta, berkat
kontak pribadinya yang selalu ia bina.
Kedua,
peranan penyebar (Disseminator role), sebagai kebalikan dari peranannya sebagai
penghubung (liaison role) seperti diterangkan di muka, yakni menyampaikan
informasi mengenai organisasinya kepada khalayak luar, maka dalam peranannya
sebagai penyebar ia menerima dan
menghimpun informasi dari luar, untuk kemudian disebarkan kepada
bawahannya.
Ketiga,
peranan jurubicara (spokesman role): Peranannya sebagai jurubicara ada
persamaan dengan peranannya sebagai penghubung, yakni dalam hal
mengkomunikasikan informasi kepada khalayak luar. Perbedaannya ialah dalam hal
caranya, jika dalam peranannya sebagai penghubung ia menyampaikan informasi
secara antarpersona atau kontak pribadi dan tidak selalu resmi, maka dalam
peranannya sebagai jurubicara tidak selamanya secara kontak pribadi, tetapi
selalu resmi.
Itulah tiga jenis peranan yang dicakup oleh peranan-peranan
informasional. Ditinjau dari proses komunikasi, dalam melakukan peranannya
selaku monitor, ia bertindak sebagai komunikan, sedangkan dalam melaksanakan
peranannya selaku penyebar dan jurubicara, ia bertindak sebagai komunikator.
Jelas bahwa seorang manajer harus mahir dalam berkomunikasi, dalam arti kata
terampil sebagai komunikator dan cekatan pula selaku komunikan.
2.3.3 Peranan
Memutuskan
Menyebarkan dan mencari informasi, sudah tentu bukan
tujuan dari organisasi. Informasi merupakan sumber dasar bagi pengambilan
keputusan. Satu hal yang jelas dalam studi karya manajerial ialah bahwa manajer
memegang peranan yang sangat penting dalam sistem pengambilan keputusan dalam
organisasinya. Dalam kewenangannya yang formal, ia dapat melakukan
kegiatan-kegiatan yang baru dan penting; dalam kedudukan sebagai "pusat
syaraf" yang formal, ia memperoleh informasi yang lengkap dan aktual untuk
mengambil keputusan yang menentukan strategi organisasi. Ada empat peranan yang
dicakup oleh peranan keputusan ini:
Pertama,
peranan wiraswasta (entrepreneur role): Dalam kewiraswastaannya, seorang
manajer berusaha memajukan organisasinya dan mengadakan penyesuaian terhadap
perubahan kondisi lingkungannya. Dia senantiasa memandang ke depan untuk
mendapatkan gagasan-gagasan baru. Jika sebuah gagasan muncul, maka ia mengambil
prakarsa untuk mengembangkan sebuah proyek yang ia awasi sendiri atau
mendelegasikannya kepada bawahannya.
Kedua,
peranan pengendali gangguan (disturbance handler role): Dalam peranannya
sebagai pengendali setiap tekanan yang menimpa dirinya. Dalam hal ini,
perubahan terjadi di luar pengawasannya. Dia harus bertindak, karena
tekanan-tekanan situasi tidak mungkin dibiarkan berlarut-larut, misalnya kaum
buruh mogok, para pelanggan menghilang, pemasok
menarik diri, dan lain sebagainya. Timbulnya gangguan bukan saja
disebabkan manajer kurang tanggap terhadap situasi, tetapi juga karena dia
tidak bisa membayangkan konsekuensi-konsekuensi dari kegiatan yang ia lakukan.
Ketiga,
peranan penentu sumber (Resource allocater role): Pada seorang manajer terdapat
tanggung jawab untuk memutuskan pekerjaan apa yang harus dilakukan, siapa yang
akan melaksanakan, dan bagaimana pembagian pekerjaan dilangsungkan. Manajer
juga mempunyai wewenang mengenai pengambilan keputusan penting sebelum
implementasi dijalankan. Dengan kewenangannya itu, manajer dapat memastikan
bahwa keputusan-keputusan yang saling berkaitan itu, semuanya berjalan melalui
pemikiran yang tunggal. Jika tidak demikian, maka pengambilan keputusan
berkesinambungan dan strategi tidak berada dalam keadaan terpadu.
Keempat,
peranan perunding (Negotiator role): Studi mengenai karya manajerial dalam
taraf apapun menunjukkan bahwa para manajer menggunakan waktunya yang banyak
untuk perundingan. Perundingan dilakukan bukan saja mengenai hal-hal yang resmi
dan langsung berhubungan dengan organisasi, tetapi juga tentang hal-hal yang
tidak resmi dan tidak langsung berkaitan
dengan kekaryaan, misalnya pertandingan sepak bola antara kesebelasan
organisasinya dengan kesebelasan lain. Bahkan Leonard Syales dalam karyanya
Managerial Behaviour, seperti dikutip Efendy (1984), menyatakan bahwa bagi
manajer perundingan merupakan gaya hidup (way of life), karena hanya dialah
yang mempunyai wewenang untuk menangani sumber-sumber organisasional pada waktu
yang tepat, dan hanya dialah yang merupakan "pusat jaringan
informasi" yang sangat diperlukan bagi perundingan yang penting.
2.3.4 Peranan
Manajer dalam Proses Komunikasi
Menurut Alvie L. Smith dalam bukunya Innovative
Employee Communication mengemukakan
penelitian pada pertengahan 1980-an dimulai secara langsung terhadap kelompok
manajemen tingkat madya yang mengalami hambatan serius untuk berkomunikasi
secara efektif. Penelitian ini menemukan apa yang disebut fozeer middle
syndrome, yakni ketidakmampuan atau keengganan orang-orang manajemen tingkat
menengah dan bawah untuk menyampaikan informasi terus-menerus, baik komunikasi
vertikal (ke bawah, ke atas) atau horizontal (ke samping). Walaupun banyak
alasan dalam menganalisis harus memasukkan supervisortingkat pertama, juga jika
daerah yang sangat kritis dalam proses komunikasi perlu dievaluasi sebagaimana
mestinya. Keseluruhan subjek berbagai informasi dengan sikap manajemen, salah
satu yang sangat besar paradox (berlawanan asas) dalam employee communication.
Sebenarnya setiap studi menunjukkan bahwa paling
efektif, diingini dan paling diandalkan sumber komunikasi dengan sejumlah
kelompok karyawan adalah ada kedekatan supervisor dengan karyawan, di mana
ide-ide mereka dan perhatian dapat dipadukan dengan arus informasi dari atas ke
bawah untuk menghasilkan suatu dinamika dan interaksi produktif. Sebelumnya
hanya beberapa perusahaan yang benar-benar merancang secara total untuk membuat seluruh kelompok manajemen sebagai
suatu jaringan komunikasi efektif yang sesungguhnya.
Ikatan yang lebih baik dalam ikatan senior eksekutif
perusahaan dengan sandaran kelompok manajemen dalam pengertian dan filosofi
yang mendasar, adalah suatu kebutuhan kritis dalam perjuangan menghadapi
kompetisi dunia.
No comments:
Post a Comment