Thursday, 24 September 2020

Bentuk Komunikasi Organiasi, Peranan dan Aspek Komunikasi Organisasi

 2.1    Bentuk – Bentuk Komunikasi Organisasional

Komunikasi dalam organisasi tidak terlepas dari bentuk komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Betapa pentingnya komunikasi internal dalam membina manusia di dalam organisasi, di mana masingmasing individu anggota organisasi memiliki berbagai kepentingan, tetapi menjadi satu kesatuan dengan adanya kepentingan bersama.

2.1.1   Komunikasi Internal

Komunikasi internal adalah pertukaran gagasan di antara para administrator dan karyawan mereka dalam suatu perusahaan atau jawatan tersebut, lengkap dengan strukturnya yang khas (organisasi), dan pertukaran gagasan secara horisontal dan vertikal di dalam suatu perusahaan atau jawatan yang menyebabkan pekerjaan berlangsung (operasi dan manajemen) (Brennan, dalam Effendy, 1984:155).

Organisasi sebagai kerangka kekaryaan (frame work) menunjukkan adanya pembagian tugas antara orang-orang di dalam organisasi itu, dan dapat diklasifikasikan sebagai tenaga pimpinan dan tenaga yang dipimpin. Untuk menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan tujuan yang akan dicapai, manajer atau administrator mengadakan peraturan sedemikian rupa sehingga ia tidak perlu berkomunikasi langsung dengan seluruh karyawan. Ia membuat kelompok-kelompok menurut jenis pekerjaannya dan mengangkat seseorang sebagai penanggung jawab atas kelompoknya. Dengan demikian, pimpinan cukup berkomunikasi dengan para penanggung jawab kelompok. Jumlah kelompok dan besarnya kelompok tergantung pada besar kecilnya organisasi.

1.    Dimensi Komunikasi Internal

Dimensi Komunikasi Internal terdiri dari komunikasi vertical, komunikasi horizontal dan komunikasi diagonal.

a.    Komunikasi Vertikal

Pada dasarnya, komunikasi vertikal, terdiri dari komunikasi dari atas ke  bawah  dan dari bawahan ke pimpinan secara timbal balik. Dalam komunikasi vertical tersebut pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi, penjelasan-penjelasan, dan lainnya kepada bawahannya. Bawahan memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduan-pengaduan dan sebagainya kepada pimpinan.

1)   Downward Communication

Downward communication dalam suatu organisasi merupakan arus informasi dari atas ke bawahan. Kita selama ini beranggapan bahwa berlangsungnya informasi adalah dari manajemen kepada karyawan; meskipun banyak sekali organisasi memiliki link (mata rantai) dalam kelompok manajemen (Davis 1976, dalam Pace).

Terdapat lima jenis informasi yang biasanya dikomunikasikan dari atasan ke bawahan (Kahn & Katz), 1966, dalam Pace:

a)    informasi tentang bagaimana kita melaksanakan tugas/pekerjaan;

How to do a job. Jenis informasi ini menyangkut tentang apa yang diharapkan karyawan dalam bekerja, dan bagaimana mereka melakukan semua itu. Job instruction (perintah kerja) dalam bentuk pemberitahuan,petunjuk, penjelasan, pelaksanaan secara manual, dan job description (pembagian, wewenang dan tanggung jawab pekerjaan), memiliki pengertian yang lebih kurang sama dengan cara-cara penyampaian jenis informasi ini.

b)   informasi tentang apa alasan melaksanakan berbagai tugas/pekerjaan itu;

Rationale for doing jobs. Jenis informasi ini dirancang untuk karyawan agar mereka mengetahui bagaimana mereka bekerja, kaitan antara tugastugas lainnya dengan posisi mereka di organisasi, dan mengapa mereka melaksanakan pekerjaan utama mereka. Dalam pengertian lebih luas, jenis informasi ini membantu karyawan untuk mengenal bagaimana mereka bekerja membantu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

c)    informasi tentang kebijakan dan petunjuk praktis;

Organizational policies and practice. Melengkapi informasi tentang tugas pekerjaan spesifik, dan bagaimana mempersiapkan mereka masuk ke organisasi secara total. Karyawan diberi infomasi tentang jam kerja, gaji, pemutusan hubungan kerja, asuransi kesehatan, liburan/cuti, tidak bekerja karena sakit, masalah insentif, serta sanksi dan ganjaran/bonus.

d)   informasi tentang kinerja karyawan; dan

Employee performance. Informasi tentang bagaimana melakukan sesuatu yang baik, dinilai penting untuk efisien dan efektifnya fungsi suatu sistem. Informasi bagi karyawan tentang bagaimana mereka melaksanakan pekerjaan dengan baik, juga secara ekstrim pentingnya pemeliharaan keberhasilan operasional organisasi. Informasi negatif cenderung akan menurunkan motivasi dan cukup potensial mempengaruhi kinerja secara negatif, hasilnya pekerjaan kurang efektif dibanding haparan sebelumnya.

e)    informasi untuk mengembangkan kesamaan misi.

Mission of the organization. Kesetiaan terhadap organisasi, produknya, pelayanan dan kontribusi kepada masyarakat adalah suatu unsur penting dalam kekuatan organisasional.

Metode di mana informasi  dikomunikasikan ke bawah, dikelompokkan ke dalam empat macam, yaitu :

1.    lisan,

2.    Tulisan,

3.    Majalah Bergambar,

4.    Kombinasi dari ketiga metode sebelumnya.

2)   Upward communication

Komunikasi ke atas adalah komunikasi yang berlangsung dari bawahan ke atasan, atau dari suatu organisasi yang lebih rendah dengan satuan organisasi yang lebih tinggi. Semua pegawai dalam organisasi, kecuali mungkin mereka yang menduduki posisi puncak, mungkin berkomunikasi ke atas yaitu, setiap bawahan mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi dari atau memberin informasi kepada seorang yang otoritasnya lebih tinggi daripada dia

b.   Komunikasi Horisontal

Komunikasi Horizontal adalah komunikasi secara mendatar, antara anggota staf dengan anggota staf, karyawan dengan karyawan, dan sebagainya. Komunikasi horizontal biasanya tidak formal karena terjadi dengan orang yang memiliki tingkatan yang sama. Pesan dalam komunikasi horizontal biasanya berhubungan dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi, pemecahan masalah, penyelesaian konflik, saling memberikan informasi dan mengembangangkan sokongan interpersonal.

Bentuk dari komunikasi horizontal yang sering terjadi yaitu, rapat-rapat komite, interaksi pada jam istirahat, percakapan telepon, dan aktivitas sosial. Dalam komunikasi sosial sering kali terjadi masalah, yaitu jika ada desas-desus akan cepat sekali menyebar dan menjalar karena komunikasi horizontal bias dilakukan di saat jam istirahat atau santai. Dan yang didesas-desuskan sering kali mengenai hal-hal yang menyangkut pekerjaan atau tindakan pimpinan yang merugikan mereka.

Tujuan komunikasi horizontal, yaitu :

1)   Untuk koordinasi penugasan pekerjaan.

2)   Untuk berbagi informasi terhadap perencanaan dan kegiatan.

3)   Untuk pemecahan masalah.

4)   Untuk menjamin kesamaan pengertian.

5)   Untuk mendamaikan, negosiasi, dan menyatukan suatu berbedaan.

6)   Untuk mengembangkan dukungan interpersonal.

Metode komunikasi horisontal:

1.    Pertemuan kepanitiaan. Koordinasi paling baik, berbagi informasi, perdamaian dan pemecahan masalah yang diambil dalam pertemuan itu.

2.    Interaksi informal sewaktu istirahat. Anggota suatu unit kerja seringkali bekerja secara individu dan terisolasi, tetapi sewaktu istirahat dan waktu makan siang mereka memiliki kesempatan melakukan komunikasi horisontal.

3.    Percakapan telepon. Suatu transaksi besar informasi adalah berbagai informasi di antara karyawan melalui percakapan telepon.

4.    Memo dan catatan.

5.    Aktivitas sosial.

6.    Quality circle (lingkaran kualitas) adalah suatu kelompok pekerja sukarela berbagai area/daerah pertanggungjawaban. Anggota the circle bertemu bersama setiap minggu untuk berdiskusi, menganalisis dan memberi ide untuk peningkatan kerja mereka.

 

c.     Komunikasi Diagonal

Komunikasi diagonal atau komunikasi silang (cross-channel communication) adalah komunikasi antara pimpinan seksi dengan pegawai seksi lain. Sebagai contoh, seorang sopir yang termasuk seksi angkutan berkomunikasi dengan Kepala Bagian Personalia yang secara struktur tidak mencakup seksi angkutan tersebut. Andaikata komunikasi seperti itu terjadi secara tak formal, tidak akan menimbulkan masalah. Tetapi tidak jarang terjadi komunikasi antara Kepala Bagian Personalia dengan seorang karyawan di bagian seksi lain, mengenai keluhan yang menyangkut nasibnya yang disebabkan kurang memuaskannya informasi yang diperoleh langsung dari atasannya.

Pentingnya komunikasi silang (diagonal) dalam organisasi disarankan Davis (1967), dalam Pace, bahwa aplikasi tiga prinsip akan memperkuat peranan komunikasi staf khusus:

1.    Staf khusus harus dilatih dalam keahlian komunikasi.

2.    Staf khusus membutuhkan pengenalan penting dari peranan komunikasi mereka.

3.    Manajemen harus mengakui peranan staf khusus dan membuat lebih baik untuk mempergunakannya dalam komunikasi organisasional.

Komunikasi horisontal dan diagonal, keduanya melibatkan hubungan secara menyamping yang esensial untuk komunikasi organisasional yang efektif. Pada dasarnya antara komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal  tersebut kadang-kadang terjadi apa yang disebut komunikasi diagonal.

2.    Jenis Komunikasi Internal

Dimensi komunikasi internal dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yakni:

1)   komunikasi persona (personal communication);

2)   komunikasi kelompok (group communication).

1)   Komunikasi Persona

Komunikasi persona ialah komunikasi antara dua orang dan dapat berlangsung dengan dua cara:

a)   komunikasi tatap muka (face to face communication);

b)   komunikasi bermedia (mediated communication).

Komunikasi persona tatap muka berlangsung secara dialogis saling menatap, sehingga terjadi kontak pribadi (personal contact). Ini disebut komunikasi antarpersona (interpersonal communication). Sedangkan komunikasi persona  bermedia adalah komunikasi dengan menggunakan alat, umpamanya telepon, memorandum dan lain-lain. Karena melalui alat, maka antara kedua orang tersebut tidak terdapat kontak pribadi.

Komunikasi antarpersona karena situasiya tatap muka, oleh para pakar komunikasi dianggap sebagai jenis komunikasi efektif untuk berubah sikap, pendapat dan perilaku (attitude, opinion and behaviour change) seseorang. Efektifnya komunikasi persuasif dalam situasi komunikasi seperti itu ialah terjadinya, memahami dan menguasai:

a)    frame of reference komunikan selengkapnya;

b)   kondisi fisik dan mental komunikan sepenuhnya;

c)    suasana lingkungan pada saat terjadinya komunikasi;

d)   tanggapan komunikan secara langsung.

Dengan mengetahui, memahami dan menguasai hal-hal tersebut, pimpinan organisasi sebagai komunikator dapat melakukan kegiatan-kegiatan seperti berikut:

1)   mengontrol setiap kata dan kalimat yang diucapkan;

2)   mengulangi kata-kata yang penting disertai penjelasan;

3)   memantapkan pengucapan dengan bantuan mimik dan gerak tangan;

4)   mengatur intonasi sebaik-baiknya;

5)   mengatur rasio dan perasaan.

Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam situasi komunikasi antarpersona tatap muka:

1)   bersikaplah empati dan simpatik;

2)   tunjukkan sebagai komunikator terpercaya;

3)   bertindaklah sebagai pembimbing, bukan pendorong;

4)   kemukakanlah fakta dan kebenaran;

5)   bercakaplah dengan gaya mengajak, bukan menyuruh;

6)   jangan bersikap super;

7)   jangan mengentengkan hal-hal yang mengkhawatirkan;

8)   jangan mengritik;

9)   jangan emosional;

10)          berbicaralah secara meyakinkan.

2)   Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok (group communication) ialah komunikasi antara seseorang dengan sekelompok orang lain dalam situasi tatap muka. Kelompok ini bisa kecil, dapat juga besar, tetapi berapa jumlah orang yang termasuk kelompok kecil dan berapa jumlah yang termasuk kelompok besar tidak ditentukan perhitungan secara eksak (pasti), melainkan ditentukan berdasarkan ciri dan sifat komunikan dalam hubungannya dengan proses komunikasi. Dalam komunikasi kelompok dibedakan antara komunikasi kelompok kecil dengan komunikasi kelompok besar.

Komunikasi kelompok kecil (small group communication) ialah  komunikasi antara seorang menajer atau administrator dengan sekelompok karyawan yang memungkinkan terdapatnya kesempatan bagi salah seorang untuk memberikan tanggapan secara verbal. Dengan perkataan lain, dalam komunikasi kelompok kecil si pemimpin tadi dapat melakukan komunikasi antarpersona dengan salah seorang peserta kelompok. Sedangkan Komunikasi kelompok besar (large group communication) adalah kelompok komunikan yang karena jumlahnya banyak, dalam suatu situasi komunikasi hampir tidak dapat kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal. Dengan lain perkataan, dalam komunikasi dengan kelompok besar, kecil sekali kemungkinannya bagi komunikator untuk berdialog dengan komunikan.

Berbeda dengan kelompok besar, individu-individu dalam kelompok kecil bersifat rasional, sehingga setiap pesan yang sampai kepadanya akan ditanggapi secara kritis. Keuntungan berkomunikasi dengan kelompok kecil ialah:

1)   terdapat kontrak pribadi;

2)   umpan balik bersifat langsung;

3)   suasana lingkungan berkomunikasi dapat diketahui.

 

Kerugiannya ialah:

1)   frame of reference (kerangka rujukan) komunikan tidak diketaui secara individual;

2)   kondisi fisik dan mental komunikan tidak dipahami secara individual.

Berdasarkan kenyataan tersebut, dalam melancarkan komunikasi kelompok kecil tatap muka, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1)   adakan persiapan yang seksama sebelum berkomunikasi;

2)   bangkitkan perhatian begitu komunikasi dimulai;

3)   peliharalah kontak pribadi selama berkomunikasi;

4)   tunjukkan diri sebagai komunikator terpercaya;

5)   bicaralah dengan tegas, jelas dan meyakinkan;

6)   hormatilah kritik komunikan;

7)   kemukakan fakta dan opini dalam uraian yang sistematis dan logis;

8)   jangan bersikap super;

9)   jangan mengritik;

10)          jangan ngotot;

11)          jangan emosional.

Dalam komunikasi internal suatu jawatan atau perusahaan jarang sekali terjadi komunikasi kelompok besar, kecuali dalam upacara bendera yang sering dipergunakan oleh seorang kepala/pemimpin untuk memberikan informasi yang sifatnya umum, yang berkaitan dengan kepentingan seluruh karyawan.

Dalam hal-hal tertentu seorang kepala jawatan atau pemimpin  perusahaan berkesempatan tampil dalam forum menghadapi kelompok besar, seperti konferensi atau kongres. Sehubungan dengan itu, disarankan untuk memperhatikan hal-hal seperti berikut:

1)   adakanlah persiapan yang seksama sebelum berkomunikasi;

2)   bangkitkanlah perhatian sebelum komunikasi dimulai;

3)   peliharalah kontak pribadi selama berkomunikasi;

4)   tunjukkan diri sebagai komunikator terpercaya;

5)   bicaralah secara meyakinkan;

6)   aturlah intonasi sehingga menimbulkan rasa gairah;

7)   kemukakanlah pesan komunikasi yang menyangkut kepentingan komunikan, bukan kepentingan komunikator semata.

2.1.2   Komunikasi Eksternal

Komunikasi eksternal ialah komunikasi antara pimpinan organisasi  dengan khalayak di luar organisasi. Pada instansi-instansi pemerintah seperti departemen, direktorat, jawatan, dan sebagainya serta perusahaan-perusahaan besar karena luasnya ruang lingkup komunikasi, maka kegiatan komunikasi lebih banyak dilakukan oleh PRO (Kepala Hubungan Masyarakat) daripada oleh pimpinan sendiri. Yang dilakukan sendiri oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang dianggap sangat penting saja, yang tidak bias diwakilkan kepada orang lain, umpamanya perundingan (negotiation) yang menyangkut kebijakan organisasi. Hal lainnya dilakukan oleh Kepala Humas, yang dalam kegiatan komunikasi eksternal merupakan tangan kanan pimpinan.

Komunikasi eksternal terdiri dari dua jalur secara timbal balik, yakni komunikasi dari organisasi kepada khalayak, dan dari khalayak kepada organisasi.

a.    Komunikasi dari Organisasi Kepada Khalyak

Komunikasi dari organisasi kepada khalayak pada umumnya bersifat informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa ada keterlibatan, setidak-tidaknya ada hubungan batin. Kegiatan ini sangat penting dalam usaha memecahkan suatu masalah jika terjadi tanpa diduga. Sebagai contoh, masalah yang timbul akibat berita yang salah dimuat dalam  suratkabar. Dengan adanya hubungan baik sebagai akibat dari kegiatan komunikasi, kemungkinan besar masalah tersebut tidak akan terlalu sulit diatasi.  Bukan tidak mungkin pula sebelum berita itu dimuat, si wartawan terlebih dahulu bertanya mengenai kebenaran kejadian yang akan diberitakan itu.

Komunikasi dari organisasi kepada khalayak dapat melalui berbagai bentuk seperti:

1)   majalah organisasi;

2)   press release;

3)   artikel suratkabar/majalah;

4)   pidato radio;

5)   pidato televisi;

6)   film dokumenter;

7)   selebaran (brosur, leaflet, poster, folder, booklet);

8)   konferensi pers.

b.   Komunikasi Dari Khalayak Kepada Organisasi

Komunikasi dari khalayak kepada organisasi merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi. Jika informasi yang disebarkan kepada khalayak itu menimbulkan efek yang sifatnya kontroversial (menyebabkan adanya pro dan kontra di kalangan khalayak), maka disebut opini publik (public opinion). Opini publik ini sering kali merugikan organisasi, karena harus diusahakan agar segera dapat diatasi, dalam arti kata tidak menimbulkan permasalahan.

2.2    Komunikasi dan Manajemen Dalam Suatu Organisasi

Berbicara tentang komunikasi dan manajemen, maka komunikasi akan tercermin dan merupakan fondasi dalam setiap unsur dalam proses manajemen, yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), directing (pembimbingan dan pengarahan), controlling (pengawasan) (Wofford, et al, 1977:9).

Perencanaan berarti memikirkan sebelumnya apa yang akan kita  kerjakan dengan sumber daya yang ada pada organisasi. Pembuatan perencanaan yang teratur dan logis, sebelumnya membutuhkan rentan keputusan (kebijakan) terlebih dahulu sebagai petunjuk dan pedoman langkah-langkah selanjutnya. Fayol, dalam Kadarisman (1981), menekankan arti penting fungsi manajer yang disebut prevoyance atau melihat ke depan, yang menghadapinya. Perencanaan demikian itu, ungkap Fayol, terutama dilihat dalam rencana kerja, yang sekaligus merupakan hasil yang diperkirakan arah kegiatan yang akan ditempuh.

Menurut Harold Koonz, dalam Kadarisman (1981), perencanaan dengan sendirinya berarti suatu pengambilan keputusan, karena ia mencakup pemilihan di antara berbagai alternatif. Kebijaksanaan-kebijaksaan, programprogram dan cara-cara (mekanisme) kerja merupakan keseluruhan operasi organisasi/perusahaan. Perencanaan adalah proses rasional dalam membuat  keputusan mengenai fase kegiatan organisasi/perusahaan.

Perencanaan adalah ketetapan suatu maksud (rencana)  mengenai apa yang menjadi sasaran dan tujuan yang hendak dicapai suatu organisasi, dalam suatu cara yang sangat umum, bagaimana mereka mencapainya. Termasuk dalam kategori perencanaan adalah apa yang menjadi pengembangan strategi, kebijakan, anggaran, dan petunjuk lain untuk melakukannya yang kita temukan dalam organisasi (Wofford, et al, 1977:9).

Fase tindakan perencanaan meliputi:

1)   analisis (perhitungan bagaimana jalannya keadaan di masa depan);

2)   sasaran (perincian singkat dan tegas mengenai sasaran yang ingin dicapai, menetapkan hasil yang diinginkan atau tujuan yang terakhir);

3)   kebijaksanaan (rumusan cara-cara kerja yang akan dilaksanakan);

4)   program (urutan langkah-langkah yang akan dilakukan menuju tercapainya sasaran);

5)   daftar waktu (penetapan waktu, lamanya tiap-tiap pekerjaan harus diselesaikan, menetapkan jadwal atau time schedule);

6)   Prosedur kerja atau metode (penetapan sistem atau teknik caranya  pekerjaan dilakukan);

7)   anggaran keuangan (penetapan sumber-sumber keuangan yang tersedia untuk melaksanakan proyek yang direncanakan) (Kadarisman 1981: 1617).

Dalam perencanaan terdapat keterkaitan langsung dan saling ketergantungan antara perencanaan dan komunikasi. Seorang manajer tidak akan mampu membuat perencanaan tanpa adanya informasi, dan informasi diperoleh melalui proses komunikasi bahwa kita menyebarkan informasi kepada siapa yang memerlukannya. Sebaliknya, hasil dari suatu perencanaan (strategi, kebijakan dan lainnya), tidak akan ada nilainya bagi suatu organisasi jika tidak terjadinya komunikasi antara manajer dan partisipan secara organisasional.

Unsur-unsur penting dalam pengawasan sebagai sebuah proses, termasuk pengukuran, perbandingan, pengambilan  keputusan dan umpan balik atau tindakan kolektif. Salah satu dari elemen ini merupakan hal yang penting dari situasi pengawasan, yang melibatkan komunikasi atau arus data dan informasi. Pengukuran peformance (kinerja) aktual bersama dengan standar yang diharapkan harus disediakan di tempat di mana comparison (perbandingan) dan decision making (pengambilan keputusan) akan terjadi. Berbagai tindakan korektif atau feedback (umpan balik) harus dikomunikasikan kepada siapa yang dapat memprakarsai tindakan yang dibutuhkan. Hal ini mungkin tergantung pada situasi-situasi tertentu, dan sejumlah individu (termasuk manajer) dilibatkan dalam proses ini. Sebagai konsekuensi, komunikasi di antara mereka menjadi crucial (penting) untuk mencapai keberhasilan.

 

2.2.1   Saling Ketergantungan Antara Manajemen dan Komunikasi

Dalam kenyataan, komunikasi adalah suatu proses integral dari fungsi manajemen itu sendiri. Banyak dibahas gambaran komunikasi sebagai suatu input dasar dan output dalam proses manajemen, juga terdapat persamaan dengan tindakan manajemen, seperti yang terjadi sebagai pengertian real time (saat benar-benar terjadi). Sebagai seorang manajer, salah satunya harus secara simultan melakukan komunikasi, Sejumlah pakar (Melcher dan Beller, 1967, Sigband, 1969, dan Timber, 1966, dalam Wofford, et al, sebagai contoh) melakukan studi perlakuan saling ketergantungan antara efektivitas manajerial dan komunikasi. Kicks (1972), dalam Wofford, et al, membahas menurut versinya dengan enam fungsi manajemen, mengamati setiap unsur yang terjadi satu sama lainnya. Sewaktu para manajer merencanakan, mereka juga membentuk, mengorganisasi dan sebagainya.

Sehubungan dengan komunikasi dan proses manajemen, telah diringkas dan dimodifikasi oleh Albers's (1974) menjadi model proses manajemen. Proses manajemen yang dikemukakannya terbatas, tetapi perubahan hubungan komunikasi harus dimantapkan antara manajer dan bawahan. Komunikasi secara progresif digambarkan oleh Albers sebagai suatu hal yang sangat penting dan berlangsung secara alami. Seperti komunikasi vertikal  dari atas ke bawah melalui hirarki, atau komunikasi horisontal melalui pendekatan organisasi dengan alur pekerjaan. Dalam kasus serupa lainnya, manfaatnya adalah untuk mengkomunikasikan terhadap bawahan apa yang diharapkan  terjadi pada manajemen untuk menghormati kinerja pekerjaan.

Garis edar umpan balik mengambil bentuk sebagaimana komunikasi vertikal dari bawah ke atas yang menginformasikan manajer apa yang menjadi perhatian kinerja bawahan dan berbagai masalah yang kerap terjadi. Seperti umpan balik selalu berkaitan dengan fungsi pengawasan manajemen. Hal ini penting untuk menegaskan bahwa kedua bentuk komunikasi (vertical dan horisontal) adalah vital (sangat penting) untuk menyukseskan manajer dan keberhasilan organisasi tergantung pada dua bentuk komunikasi organisasional di atas (vertikal dan horisontal). Sama-sama pentingnya untuk dicatat bahwa proses perubahannya dinamis dalam setiap situasi baru.

 

 

2.2.2   Manajer dan Komunikasi

Salah satu tanggung jawab penting dan sulit yang diemban manajer adalah komunikasi, karena kinerja atau tugas manajer melalui komunikasi adalah menciptakan understanding (pengertian). Keefektifan manajer dalam kemampuan yang begitu beragam, terlihat dari keterampilannya berkomunikasi. Komunikasi keorganisasian (manajemen pen) dapat didefinisikan sebagai proses aliran (pengiriman dan penerimaan) pesan-pesan yang berorientasikan tujuan di antara sumber-sumber komunikasi dalam suatu pola, dan melalui suatu medium atau media (Pareek. 1984:97).

Melalui komunikasi, seorang manejer dapat mewujudkan perencanaan, menjalankan roda organisasi lebih efektif, menciptakan motivasi kerja untuk mencapai produktivitas yang tinggi, dan melakukan pengendalian atau pengawasan kepada bawahan. Kesemuanya itu dapat berjalan bilamana seorang manajer dalam berkomunikasi dapat menimbulkan saling pengertian. Komunikasi dalam manajemen berfungsi sebagai jembatan yang dapat membangun pengertian, yaitu apa yang kita ketahui tentang orang lain, bagaimana cara kita berhadapan, kesan dan perasaan kita, cara atau metode penyampaian pesan, kesemuanya itu tercermin bilamana kita melakukan  kegiatan komunikasi.

Bilamana kita ingin mengembangkan keterampilan komunikasi, pertama kita harus mengerti apa itu komunikasi dan kapan, serta di mana ia berperan dan mengapa kita harus memberi perhatian pada komunikasi. Komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap (Hovland, dalam Effendy. 1984:12).

Komunikasi dalam organisasi ditekankan pada arus komunikasi yang terjadi di antara orang-orang, dalam hal ini pejabat-pejabat dalam jaringan (network) yang dibentuk oleh struktur organisasi tersebut. Proses komunikasi tersebut terjadi melalui satu atau dua saluran komunikasi yang ada, yaitu komunikasi resmi (formal) dan komunikasi nonformal (Rachmadi. 1994:69). Secara umum biasanya kita memandang komunikasi sebagai proses telling (memberitahu). Kita berbicara kepada orang lain apa yang ingin mereka ketahui, apa yang kita harapkan dari pemikiran mereka dan apa yang  kita inginkan untuk mereka kerjakan. Tetapi berbicara dengan orang lain belum tentu menjamin adanya pengertian.

Dalam berkomunikasi itu kita banyak berinteraksi dan berbicara dengan  orang lain, namun belum tentu mencapai terwujudnya mutual understanding (saling mengerti) antara mereka yang terlibat dalam proses komunikasi. Bukan hanya berbicara bisa memahami, tetapi perlu suatu empati (memproyeksikan diri kita terhadap orang yang diajak berkomunikasi atau menyesuaikan diri terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh penerima pesan agar timbul pengertian).

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen dan komunikasi sangat memegang peranan penting dalam melancarkan kelangsungan kehidupan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi. Dalam komunikasi lebih penting pengertian disbanding hanya sekedar telling (berbicara) saja.

2.2.3   Empat Proses Dalam Komunikasi Manajemen

Terdapat empat proses dalam komunikasi manajemen yaitu Asking (bertanya), Telling (memberitahu), Listening (mendengarkan), dan Understanding (memahami).

Asking: Sebagai manajer, kita sering melupakan tindakan yang harus dan perlu dilakukan agar proses komunikasi berjalan dengan tepat dan efektif  (mengena) yaitu bertanya atau meminta informasi yang tidak kita miliki dari orang lain (bawahan atau siapa saja) yang memang kita butuhkan.

Manajer profesional tidak akan menunggu informasi, tetapi akan mengejar informasi itu (istilah dalam sepakbola adalah bukan menunggu bola, tetapi menjemput bola). Manajer harus mengetahui cara meminta informasi yang dibutuhkan. Ia bertanya kepada bawahan atau siapa saja untuk mendapatkan umpan balik dalam bentuk masukan (saran dan kritik) yang bersifat membangun pada berbagai masalah yang dihadapinya.

Manajer bisa juga bertanya pada atasannya tentang informasi dan nasihat yang ia butuhkan untuk melakukan tugas atau pekerjaannya. Ia juga meminta informasi dan saran dari manajer satu level untuk berbagai masalah yang dihadapi.

Telling: sebelum kita menjadi mengerti (understanding), kita harus terlebih dahulu memberitahukan atau mengirim pesan dalam bentuk telling yang mencakup:

1)   kita harus menginformasikan diri kita sendiri;

2)   kita harus selalu menjaga agar para bawahan memiliki informasi yang berkaitan dengan tugas mereka;

3)   atasan kita harus mengetahui masalah yang sedang dihadapi, perkembangannya, serta aktivitas yang akan mempengaruhi tanggung jawabnya.

Listening: Bila kita ingin berkomunikasi secara total, kita harus mengerti apa yang orang lain sampaikan kepada kita. Kita harus listening (mendengarkan). Proses ini dalam komunikasi manajemen adalah keterampilan yang tersulit untuk dipelajari. Hal ini membutuhkan disiplin yang tinggi dalam diri kita sendiri dan pengendalian diri terhadap keinginan untuk tidak berbicara atau memotong pembicaraan.

Understanding: Aspek yang paling penting dalam proses komunikasi manajemen dan juga sering dilupakan orang. Komunikasi pada umumnya memiliki dua pengertian dan dua sisi: pemikiran dan perasaan. Untuk bias Understanding (memahami) seorang manajer harus menyelam kepada diri dan motivasi seseorang/individu, sehingga dapat mendengar dan membaca tidak hanya yang tersurat (dalam kata-kata bersifat verbal), tetapi juga pengertian yang tersirat (dibalik kata tersebut).

2.2.4   Tanggunga Jawab Manajer dalam Komunikasi

Setiap manajer bertanggung jawab terhadap komunikasi dengan  melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk menciptakan understanding (pengertian) dalam empat arah:

1)   ia harus mengerti diri sendiri;

2)   ia juga harus menjalin dan menyelamatkan pengertian dirinya dengan atasannya;

3)   antara dirinya dengan bawahannya;

4)   antara dirinya dengan orang lain pada posisi satu level dengannya dalam organisasi.

Sedikit pekerjaan komunikasi dapat didelegasikan sebagian besar ketika manajer melakukan komunikasi dengan diri sendiri. Bilamana ia mengeluh karena terjadi komunikasi yang tidak tepat, yang harus dilakukan manajer  pertama kali adalah berkaca (bercermin) pada dirinya sendiri. Seringkali ia gagal dalam melakukan tanggung jawab personal yang meliputi asking, telling, listening, understanding.

Manajer profesional merancang dan merencanakan agar ia selalu mendapatkan informasi dengan mengatur interval waktu dalam suatu periode secara pasti, terutama saat ia  memimpin diskusi kelompok dan diskusi dengan seseorang.

Dalam menjalankan tanggung jawab dalam komunikasi, manajer juga harus menyelenggarakan pertemuan reguler dengan orang lain (bawahan, atasan dan yang satu level). Melalui forum ini ia memperbaiki salah pengertian serta menawarkan berbagai masukan (saran dan kritik) yang dapat membantunya dalam menjalankan tugas dan memecahkan berbagai masalah.

2.3    Peranan Pimpinan Dalam Organisasi

2.3.1   Peranan Antarpersona

Wewenang yang formal dari seorang manajer secara langsung akan menimbulkan tiga peranan yang meliputi hubungan antarpersona yang mendasar:

Pertama, peranan tokoh (figurehead role): Disebabkan kedudukannya sebagai kepala unit suatu organisasi. Seorang manajer melakukan tugas yang bersifat keupacaraan (ceremonial nature). Karena ia seorang tokoh, maka selain memimpin berbagai upacara di kantornya sendiri, ia juga diundang oleh  pihak luar untuk menghadiri berbagai upacara, misalnya: upacara peringatan hari nasional, pembukaan sebuah proyek, ulang tahun suatu  instansi, pernikahan rekan manajer, dan peristiwa-peristiwa yang begitu banyak..

Kedua, peranan pemimpin (leader role): Sebagai pemimpin, seorang manajer bertanggung jawab atas lancar tidaknya pekerjaan yang dilakukan bawahannya. Beberapa kegiatan bersangkutan langsung dengan  kepemimpinannya pada semua tahap manajemen: penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian. Ada juga kegiatan-kegiatan  yang tidak langsung berkaitan dengan kepemimpinan, antara lain memotivasi karyawan agar giat bekerja, yang perlu dilaksanakan si manajer sendiri.

Ketiga, peranan penghubung (liaison role): Dalam peranannya sebagai penghubung, seorang manajer melalukan komunikasi dengan orang-orang di luar jalur komando vertikal, baik secara formal maupun nonformal.

2.3.2   Peranan Informasi

Dalam organisasi, seorang manajer berfungsi bagaikan "pusat syaraf" (nerve center), karena ia berada di tengah-tengah jaringan kontak dengan semua pihak yang ada kaitannya dengan organisasi. Ia mengetahui lebih banyak mengenai organisasinya daripada siapa pun juga. Ia mengkomunikasikan banyak informasi ke luar yang oleh bawahannya kurang dilakukan, sebaliknya ia menerima banyak informasi dai luar yang oleh bawahannya jarang diperoleh. Komunikasi sering dilakukan oleh manajer dengan rekan manajer lainnya yang sama statusnya, yang juga merupakan nerve center. Dengan demikian, manajer mengembangkan pusat informasi bagi kepentingan organisasinya. Peranan informasional (informational roles) meliputi:

Pertama, peranan monitor (Monitor role), dalam melakukan peranannya sebagai monitor, manajer mengajukan berbagai pertanyaan kepada rekanrekannya atau kepada bawahannya, dan ia menerima informasi pula dari mereka tanpa diminta, berkat kontak pribadinya yang selalu ia bina.

Kedua, peranan penyebar (Disseminator role), sebagai kebalikan dari peranannya sebagai penghubung (liaison role) seperti diterangkan di muka, yakni menyampaikan informasi mengenai organisasinya kepada khalayak luar, maka dalam peranannya sebagai penyebar ia menerima dan  menghimpun informasi dari luar, untuk kemudian disebarkan kepada bawahannya.

Ketiga, peranan jurubicara (spokesman role): Peranannya sebagai jurubicara ada persamaan dengan peranannya sebagai penghubung, yakni dalam hal mengkomunikasikan informasi kepada khalayak luar. Perbedaannya ialah dalam hal caranya, jika dalam peranannya sebagai penghubung ia menyampaikan informasi secara antarpersona atau kontak pribadi dan tidak selalu resmi, maka dalam peranannya sebagai jurubicara tidak selamanya secara kontak pribadi, tetapi selalu resmi.

Itulah tiga jenis peranan yang dicakup oleh peranan-peranan informasional. Ditinjau dari proses komunikasi, dalam melakukan peranannya selaku monitor, ia bertindak sebagai komunikan, sedangkan dalam melaksanakan peranannya selaku penyebar dan jurubicara, ia bertindak sebagai komunikator. Jelas bahwa seorang manajer harus mahir dalam berkomunikasi, dalam arti kata terampil sebagai komunikator dan cekatan pula selaku komunikan.

2.3.3   Peranan Memutuskan

Menyebarkan dan mencari informasi, sudah tentu bukan tujuan dari organisasi. Informasi merupakan sumber dasar bagi pengambilan keputusan. Satu hal yang jelas dalam studi karya manajerial ialah bahwa manajer memegang peranan yang sangat penting dalam sistem pengambilan keputusan dalam organisasinya. Dalam kewenangannya yang formal, ia dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang baru dan penting; dalam kedudukan sebagai "pusat syaraf" yang formal, ia memperoleh informasi yang lengkap dan aktual untuk mengambil keputusan yang menentukan strategi organisasi. Ada empat peranan yang dicakup oleh peranan keputusan ini:

Pertama, peranan wiraswasta (entrepreneur role): Dalam kewiraswastaannya, seorang manajer berusaha memajukan organisasinya dan mengadakan penyesuaian terhadap perubahan kondisi lingkungannya. Dia senantiasa memandang ke depan untuk mendapatkan gagasan-gagasan baru. Jika sebuah gagasan muncul, maka ia mengambil prakarsa untuk mengembangkan sebuah proyek yang ia awasi sendiri atau mendelegasikannya kepada bawahannya.

Kedua, peranan pengendali gangguan (disturbance handler role): Dalam peranannya sebagai pengendali setiap tekanan yang menimpa dirinya. Dalam hal ini, perubahan terjadi di luar pengawasannya. Dia harus bertindak, karena tekanan-tekanan situasi tidak mungkin dibiarkan berlarut-larut, misalnya kaum buruh mogok, para pelanggan menghilang, pemasok  menarik diri, dan lain sebagainya. Timbulnya gangguan bukan saja disebabkan manajer kurang tanggap terhadap situasi, tetapi juga karena dia tidak bisa membayangkan konsekuensi-konsekuensi dari kegiatan yang ia lakukan.

Ketiga, peranan penentu sumber (Resource allocater role): Pada seorang manajer terdapat tanggung jawab untuk memutuskan pekerjaan apa yang harus dilakukan, siapa yang akan melaksanakan, dan bagaimana pembagian pekerjaan dilangsungkan. Manajer juga mempunyai wewenang mengenai pengambilan keputusan penting sebelum implementasi dijalankan. Dengan kewenangannya itu, manajer dapat memastikan bahwa keputusan-keputusan yang saling berkaitan itu, semuanya berjalan melalui pemikiran yang tunggal. Jika tidak demikian, maka pengambilan keputusan berkesinambungan dan strategi tidak berada dalam keadaan terpadu.

Keempat, peranan perunding (Negotiator role): Studi mengenai karya manajerial dalam taraf apapun menunjukkan bahwa para manajer menggunakan waktunya yang banyak untuk perundingan. Perundingan dilakukan bukan saja mengenai hal-hal yang resmi dan langsung berhubungan dengan organisasi, tetapi juga tentang hal-hal yang tidak resmi dan tidak  langsung berkaitan dengan kekaryaan, misalnya pertandingan sepak bola antara kesebelasan organisasinya dengan kesebelasan lain. Bahkan Leonard Syales dalam karyanya Managerial Behaviour, seperti dikutip Efendy (1984), menyatakan bahwa bagi manajer perundingan merupakan gaya hidup (way of life), karena hanya dialah yang mempunyai wewenang untuk menangani sumber-sumber organisasional pada waktu yang tepat, dan hanya dialah yang merupakan "pusat jaringan informasi" yang sangat diperlukan bagi perundingan yang penting.

2.3.4   Peranan Manajer dalam Proses Komunikasi

Menurut Alvie L. Smith dalam bukunya Innovative Employee  Communication mengemukakan penelitian pada pertengahan 1980-an dimulai secara langsung terhadap kelompok manajemen tingkat madya yang mengalami hambatan serius untuk berkomunikasi secara efektif. Penelitian ini menemukan apa yang disebut fozeer middle syndrome, yakni ketidakmampuan atau keengganan orang-orang manajemen tingkat menengah dan bawah untuk menyampaikan informasi terus-menerus, baik komunikasi vertikal (ke bawah, ke atas) atau horizontal (ke samping). Walaupun banyak alasan dalam menganalisis harus memasukkan supervisortingkat pertama, juga jika daerah yang sangat kritis dalam proses komunikasi perlu dievaluasi sebagaimana mestinya. Keseluruhan subjek berbagai informasi dengan sikap manajemen, salah satu yang sangat besar paradox (berlawanan asas) dalam employee communication.

Sebenarnya setiap studi menunjukkan bahwa paling efektif, diingini dan paling diandalkan sumber komunikasi dengan sejumlah kelompok karyawan adalah ada kedekatan supervisor dengan karyawan, di mana ide-ide mereka dan perhatian dapat dipadukan dengan arus informasi dari atas ke bawah untuk menghasilkan suatu dinamika dan interaksi produktif. Sebelumnya hanya beberapa perusahaan yang benar-benar merancang secara total untuk  membuat seluruh kelompok manajemen sebagai suatu jaringan komunikasi efektif yang sesungguhnya.

Ikatan yang lebih baik dalam ikatan senior eksekutif perusahaan dengan sandaran kelompok manajemen dalam pengertian dan filosofi yang mendasar, adalah suatu kebutuhan kritis dalam perjuangan menghadapi kompetisi dunia.